Komunitas Pizzighettone: Semangat Misi itu Kembali Bernyala

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Komunitas Pizzighettone: Semangat Misi itu Kembali Bernyala

Kesan pertama saya ketika tiba di daerah ini, tanah kelahiran banyak misionaris besar Xaverian, ada sikap antusiasme dan keterbukaan yang hangat dalam menyambut kami, bukan hanya sebagai seorang misionaris tetapi juga sebagai orang asing yang datang ke tanah mereka dan mengunjungi mereka.

Hari Misi Sedunia ditetapkan oleh Paus Pius XI pada tahun 1926 di mana Gereja Katolik universal merayakannya setiap tahun pada bulan Oktober di seluruh dunia. Pada tahun 2023 ini, Gereja merayakan Hari Misi sedunia yang ke-97 yang jatuh pada tanggal 22 Oktober 2023. Merayakan hari yang penting ini, Paus Fransiskus memilih tema yang terinspirasi dari kisah murid-murid Emaus dalam Injil Lukas (bdk. 24:13-35): “Hati yang menyala-nyala, kaki yang melangkah”. Kedua murid itu bingung dan kecewa, tetapi perjumpaan dengan Kristus dalam Firman dan Roti yang dipecah-pecahkan menyalakan semangat dalam diri mereka untuk berangkat kembali ke Yerusalem dan untuk memberitakan bahwa Tuhan telah bangkit.

Pada hari minggu, 29 Oktober 2023, Komunitas Parokial Pizzighettone – Gereja Katolik Cremona (Italia) – mengundang para misionaris Xaverian untuk hadir dan bersama merayakan hari misi sedunia. Undangan ini langsung diterima dengan antusias oleh komunitas teologi internasional Xaverian Parma, mengingat relasi baik antara Xaverian dan Gereja Cremona (Italia). Meskipun pada tahun 2013 yang lalu para Xaverian Italia menutup komunitasnya di wilayah Cremona, Gereja Cremona telah menyambut para misionaris Xaverian selama hampir 90 tahun. Bapa Pendiri Xaverian Santo Guido Maria Conforti sendirilah yang membuka rumah pertama di Grumone Cremonese pada tanggal 24 Agustus 1929, dua tahun sebelum kematiannya pada 5 November 1931.

Hadir dalam kegiatan hari misi ini, Pastor Emmanuele Adili (Rektor komunitas teologi Parma), Pastor Pietro Rosini (Anggota MisioNet Xaverian), dan dua orang frater Xaverian yakni saya (Nicholindo Putra) dan Valerius Nahak. Perjalanan dengan waktu tempuh satu jam menjadi tidak terasa karena semangat bermisi yang kami miliki. Pastor Paroki dan rekannya (Andrea Bastoni dan Gabriele Mainardi) menyambut kami dengan penuh kegembiraan dan semangat kekeluargaan. Ada lima Gereja yang harus kami layani. Untuk itu kami memutuskan bahwa Pastor Pietro dan Valerius akan merayakan dua misa di dua Gereja yang berbeda,  Pastor Adili dan saya merayakan tiga misa di tiga tempat yang berbeda. Dalam perayaan ekaristi ini, saya mendapat kesempatan untuk memberikan testimoni berangkat dari pertanyaan bagaimana semangat misionaris ini tumbuh dalam diri saya hingga saya memutuskan untuk bergabung bersama Serikat Misionaris Xaverian.

Kesan pertama saya ketika tiba di daerah ini, tanah kelahiran banyak misionaris besar Xaverian, ada sikap antusiasme dan keterbukaan yang hangat dalam menyambut kami, bukan hanya sebagai seorang misionaris tetapi juga sebagai orang asing yang datang ke tanah mereka dan mengunjungi mereka. Semangat misi komunitas Pizzighettone itu pernah ada dan masih ada hanya perlu dinyalakan kembali. Perayaan ekaristi dirayakan secara meriah dengan alunan musik Gereja. “Gereja yang secara otentik Ekaristi adalah Gereja yang misioner” (Seruan Apostolik Sacramentum Caritatis, 84). Sangat disayangkan bahwa kurangnya keterlibatan kaum muda. Dari tiga gereja yang kami kunjungi, saya hanya bertemu dengan lima anak-anak yang bertugas sebagai misdinar, sedangkan sisanya adalah orang tua. Suatu kesedihan tersendiri tidak menemukan kaum muda dalam rentan usia 20-an hingga 30-an tahun di Gereja ini. Bukanlah hal yang baru sehingga tidak mengherankan saya. Meskipun demikian, ini tidak mematahkan semangat saya atau meruntuhkan kebahagiaan saya mengunjungi komunitas Gereja Pizzighettone. Janganlah kita membiarkan harapan dicuri dari kita!” (Seruan Apostolik Evangelii gaudium, 86).

Pastor Adili dalam testimoninya menekankan soal Allah yang sudah lebih dahulu mencintai kita dan dengan kepenuhan cinta itu, kita pergi ke luar dari zona nyaman kita untuk mencintai sesama. Apa yang dunia butuhkan adalah kasih Allah, yaitu bertemu dengan Kristus dan percaya kepada-Nya. Dengan pengalaman datang ke Italia, saya menggarisbawahi dalam testimoni saya bahwa semangat misi ini membantu saya untuk terbuka pada kemungkinan berelasi dengan orang-orang yang berbeda latar belakang dengan saya. Tantangan bahasa dan budaya tidak menjadi penghalang bagi saya untuk berelasi dengan yang lain tetapi menjadi sumber untuk saling memperkaya. Menguasai bahasa baru tidak hanya mengetahui banyak kosa kata baru, tetapi juga penguasaan bahasa berarti mengenal lebih dalam, memahami cara berpikir, budaya dan mentalitas yang baru. Kegiatan ini ditutup dengan makan siang persaudaraan dengan 4 imam dalam komunitas parokial sinode, Keluarga ibu Paola, para suster yang melayani Gereja Pizzighettone, dan Keluarga para misionaris Xaverian asal Cremona.

 

Fr. Nicholindo Putra, SX

Teologan Xaverian – Parma Italia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.