RENUNGAN MINGGUAN/MINGGU BIASA XXXII
Bertumbuh Menjadi Bijaksana
Saudara-saudari yang terkasih, kita bersyukur kepada Tuhan atas rahmat kehidupan yang kita terima. Hari ini kita memasuki minggu biasa XXXII dengan tawaran bacaan yang akan menuntun dan meneguhkan iman kita dalam peziarahan hidup di dunia ini.
Dalam bacaan Injil yang kita renungkan hari ini mengisahkan tentang lima gadis bijaksana dan lima gadis yang bodoh yang menanti datangnya sang mempelai pria. Mereka membawa pelitanya masing-masing. Akan tetapi, lima di antarnya tidak membawa serta minyak cadangan. Kita tahu bahwa mereka akhirnya tertidur karena mempelai yang ditunggu tidak kunjung datang. Alhasil ketika mempelai datang secara tiba-tiba, lima gadis yang tidak membawa serta minyak dalam botol menjadi panik dan bingung karena pelita mereka tidak akan dapat bertahan lebih lama lagi. Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi membeli minyak disaat mempelai itu tiba. Sedangkan lima gadis lainnya dapat mempersiapkan diri dan pelitanya untuk menyongsing sang mempelai. Tentu dapat kita bayangkan dengan mudah mengenai siapa saja yang ada di tempat itu ketika sang mempelai tiba. Maka ke lima gadis itulah yang dikenali oleh sang mempelai.
Melalui bacaan Injil hari ini kita diingatkan untuk senantiasa berjaga-jaga. Kita diajak untuk menjadi orang yang bijaksana. Kebijaksanaan itu membantu kita untuk bertanggung jawab dan setia dalam segala tugas, pelayanan dan pekerjaan kita. Mengapa harus bertanggung jawab dan setia dengan tugas, pelayanan dan pekerjaan kita? Saya kira kita harus setia dan bertanggung jawab dengan segala hal yang dianugerahkan kepada kita, baik itu pekerjaan, tugas, kepercayaan, dan bahkan juga pengalaman hidup yang kita terima, karena Tuhan bisa saja hadir di hidup kita lewat semuanya itu.
Bacaan pertama yang diambil dari Kitab Kebijaksanaan mengajak kita untuk merindukan dan mengusahakan kebijaksanaan itu. Kebijaksanaan itu digambarkan sebagai sesuatu yang bersinar, dan tidak dapat layu. Kebijaksanaan juga digambarakan sebagai sesuatu yang hidup, yang bergerak memperlihatkan, memperkenalkan diri dan mencari orang yang patut memiliki kebijaksanaan itu.
Tentu saja bahwa kebijaksanaan datang dari Tuhan, yang merupakan Sang Sumber Kebijaksanaan itu sendiri. Kebijaksanaan dianugerahkan kepada mereka yang memohon dan mengusahakannya. Kebijaksanaan tidak muncul secara “abra kadabra” atau spontan. Biasanya pengalaman-pengalaman hidup yang diterima menjadi guru yang menuntun kita pada kebijaksanaan.
Lalu bagaimana tanggapan kita terhadap pengalaman-pengalaman hidup itu? Dalam Bacaan kedua kita diajak untuk setia kepada Yesus sampai akhir hidup kita. “Mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan bangkit dikumpulkan Allah bersama dengan Yesus”. Kata-kata dalam bacaan kedua ini menjadi kekuatan dan harapan bagi kita. Pengalaman hidup yang pahit tentu cenderung ingin kita tolak. Namun, sering pula bahwa pengalaman hidup yang berharga kita dapatkan dari pengalaman pahit itu. Maka, kata “setia” perlu kita tanamkan di hati dan menjadi komitmen kita dalam menanggapi seluruh pengalaman hidup kita. Walaupun pengalaman yang ini dan pengalaman yang itu pahit, kita diajak setia seperti Yesus yang setia pada Kehendak Bapa-Nya. Yesus juga telah mengalami penderitaan semasa hidup-Nya di dunia. Yesus telah menujukkan arti dari kata setia kepada kita. Akhirnya nanti pengalaman-pengalaman hidup yang kita terima dan hidupi dengan meneladan Yesus akan menuntun kita pada kebijaksanaan itu.
Kebijaksanaan yang kita mohonkan dan kita usahakan kiranya menuntun kita pada jalan kesetiaan pada Tuhan dalam menjalani hidup di dunia yang penuh dengan tawaran dan godaan untuk mengabaikan dan melupakan Tuhan. Kebijaksanaan kiranya menuntun kita menjadi orang yang rendah hati, yang menyadari ketidakberdayaan kita tanpa Tuhan yang memberi inspirasi dan kekuatan untuk menjalani hidup kita sehari-hari. Maka mari kita mohon agar Tuhan menganugerahkan kebijaksanaan atas diri kita masing-masing. Tuhan memberkati.
Fr. Jordan Bajodinata Purba-Frater Tingkat 1