Pengalaman Pastoral di Kumamoto – Jepang

Setelah menerima tahbisan imamat 15 Agustus 2007, saya ditugaskan studi bahasa Italia di Ancona, Italia selama sepuluh bulan. Mengapa harus belajar bahasa Italia sebelum pergi ke misi pertama saya sebagai imam di Jepang? Jawabannya adalah karena di Jepang bahasa pengantar yang dipakai oleh Xaverian adalah bahasa Italia. Saya tiba di Jepang pada 3 Agustus 2008 dan belajar bahasa Jepang di kota Kumamoto, yaitu YWCA selama satu semester dan YMCA 1,5 tahun. Setelah dua tahun belajar Bahasa Jepang, saya ditugaskan di satu paroki yang terletak di pusat kota Kumamoto, yaitu Gereja Tetori sebagai pastor pembantu dari seorang imam diosesan Jepang, yaitu Makiyama shinpu sama. Sejak April 2014 untuk pertama kalinya dilantik sebagai kepala paroki di paroki Musashigaoka, yang terletak sekitar 10 km dari pusat kota Kumamoto ke arah Utara. Di paroki yang memiliki umat sekitar 400 orang ini saya bertugas sendiri tanpa ada pastor lain. Kali ini saya akan membagikan pengalaman pastoral saya mendampingi umat lanjut usia yang menjadi mayoritas umat Katolik di negara matahari terbit ini.
P.Denny,SX bersama oma-oma
Ada juga umat yang meminta pendampingan bulanan dalam kelompok Yoakim-Anna yang beranggotakan para lansia kebanyakan ibu-ibu. Kegiatan bulanan ini hanyalah sederhana, yaitu ber¬doa Rosario, misa dan sharing pengalaman dengan panduan saya sendiri apapun topik yang dipilih dengan bebas sambil minum teh dan makanan ringan. Berkomunikasi dengan umat lansia mengingatkan saya pada pengalaman saya sendiri ketika masih tinggal bersama keluarga sendiri di Madiun. Setelah ibu saya meninggal dunia dalam usia 39 tahun dan saya masih di bangku kelas 3 SD, nenek saya, yaitu ibu dari ayah saya menggantikan posisi ibu saya sebagai figur ibu buat kami lima bersaudara. Pengalaman indah hidup dan menerima kasih yang menjadi bekal bagi saya sebagai seorang anak rupanya memberikan kekuatan tersendiri dalam pengalaman pastoral saya sebagai imam misionaris di Jepang ini.

P.Denny,SX saat misa arwah di rumah umat
Pengalaman membaptis seorang bapak berusia 100 tahun menjadi hal menarik karena 17 tahun setelah istrinya yang beragama Katolik meninggal dunia akhirnya bapak yang menderita penyakit kusta dan tinggal di penampungan orang kusta di Keifuen Kumamoto ini meminta dibaptis. Sebelum dibaptis dia sudah memperisapkan diri tidak makan apa-apa selama beberapa hari dengan tujuan untuk cepat bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan istrinya di alam baka. Karena keinginannya yang kuat ini para perawat dan dokter pun memanggil saya untuk memberikan baptisan. Setelah saya baptis akhirnya saya berpesan supaya dia menjadi lebih sehat dan mau makan lagi. Meskipun sudah sulit mendengar namun dia mengerti ucapan saya ini dan malah memarahi saya karena saya tidak menepati janji. Dia mengerti kalau sudah dibaptis dia akan cepat meninggal dunia dan bertemu kembali dengan istrinya. Saya pun mengiyakan saja apa yang sudah dia pahami dan hal yang menggembirakan dia pun mengerti arti komuni kudus yang dia terima saat setelah dibaptis. Sampai dengan sekarang tiap bulan saya masih bisa berkunjung ke kamar bapak tua ini yang selalu barbaring di tempat tidur tatami. Dia sekarang sudah mau makan dan minum lagi dan nampak lebih baik dari kali pertama saya membaptisnya. Tiap kali berkunjung kata kunci yang berguna adalah “Inori” yang berarti Doa. Maka dia pun akan tenang ikut berdoa bersama kami dalam tata cara Katolik meskipun dia tidak tahu apa yang kami doakan.

P.Denny bersama Partai Yohane Kai (kelompok laki-laki) Di Gereja Katolik musashigaoka
Ada seorang ibu lansia juga mau dibaptis di rumah sakit. Anaknya yang sudah menjadi Katolik menghubungi saya atas intensi dari ibunya yang sedang dirawat di rumah sakit. Kata beliau, waktunya untuk hari-hari ke depan sudah tidak panjang lagi, maka segera saya berkunjung ke rumah sakit dan uniknya dia meksipun tinggal di Jepang dan memang orang Jepang, tetapi sesekali dengan lancar berbicara Bahasa Inggris dan ingin sekali dibaptis dengan Bahasa Inggris. Maka benarlah saya men-gabulkan permohonan ibu lansia berusia kira-kira 88 tahun ini. Setelah menerima pembaptisan malah semakin sehat kata anaknya dan tetap bersemangat dalam hidup ini meskipun sudah divonis oleh dokter beberapa waktu lalu bahwa hidupnya sudah tidak lama lagi di dunia ini.

