Natal dan Anugerah Kebangkitan
Bacaan pertama: 2 Sam 7:1-5.8:12. 14a-16
Bacaan kedua: Rom. 16:25-27
Bacaan ketiga (injil): Luk 1:26-38
Natal dan Penyaliban Satu Paket
Meski tampak sebagai suatu peristiwa kelahiran yang membahagiakan, natal tidak bisa begitu saja berada terpisah dari misteri salib. Kelahiran Yesus merupakan titik pengesahan rencana keselamatan Allah. Dalam doktrin Gereja, Maria ditempatkan sebagai orang pertama yang menerima keselamatan salib. Hal ini berarti, pahala penebusan Yesus di salib yang terjadi tiga puluh tahun kemudian telah diperhitungkan sejak awal. Maria bahkan telah ditebus sebelum ia mengandung Yesus. Itulah sebabnya Maria digelari kudus dilahirkan tanpa noda. Hal ini berarti, kelahiran Yesus serentak merupakan peristiwa penjelmaan sekaligus penebusan. Di sisi lain, hal ini bisa menjadi alasan mengapa natal harus menimbulkan sukacita dan damai bagi umat manusia.
Natal Sumber Damai
Dalam injil hari ini, sekali lagi ungkapan kekaguman akan keagungan Allah diserukan Maria yang juga diserukan oleh Elisabet sanaknya kemudian. Setelah mendengar secara sangat ringkas tentang rencana besar Allah (mengandung Yesus) yang akan dipercayakan kepadanya melalui pewartaan malaikat, Maria berkata “Bagaimana caranya, padahal Aku belum bersuami?” Hal ini serupa dengan apa yang diungkapkan Elisabet saat dikunjungi Maria “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang megunjungi aku?”. Ungkapan-ungkapan ini lebih mengarah pada ekspresi kekaguman, rasa haru, terpesona ketimbang rasa tak layak, rasa berdosa, dan malu di hadapan Allah. Benar bahwa hanya orang yang mengerti apa arti dosa dapat mengerti apa itu pengampunan. Itulah yang dialami Maria dan Elisabet. Rasa berdosa dan tak layak justru menimbulkan kekaguman pada keagungan Allah yang justru terlihat dalam sikap penuh kasih mengunjungi dan menyapa para pendosa. Bentuk lain dari ungkapan Maria dan Elisabet di atas ialah “Aku sungguh berharga” bahwa ungkapan Maria dapat berbunyi demikian, “Aku belum layak, hal tersebut tidak mungkin terjadi pada orang seperti saya, tetapi Allah tetap berkenan pada saya”. Kesadaran seperti inilah yang membuka mata kita melihat Cinta Allah, bahwa tidak mungkin Allah menebus sesuatu yang tidak berharga, bahwa suatu hal konyol mengorbankkan nyawa bagi sesuatu yang tidak penting. Dengan Kata lain, peristiwa natal menegaskan bahwa ‘harga’ setiap pribadi ialah seluruh pengorbanan Yesus. Lalu, apakah kita masih butuh pengakuan itu dari dunia? Apakah kita masih perlu sedemikian kaya untuk merasa diri berharga? Yang kemudian menjebak kita pada persaingan dan perbudakan diri pada pengakuan? Sehingga relasi kita bersifat memeras dengan selalu mencari perhatian sebanyak mungkin untuk merasa berharga? Dan menjadi pengemis cinta daripada pemberi cinta? Natal menyadarkan kita akan betapa “berharga” kita bagi Allah. Hal inilah yang membawa kemerdekaan dan damai.
Hidup Baru dalam Terang Kebangkitan
Hanya orang yang merdeka, yang tidak lagi diperbudak oleh apapun termasuk kebutuhannya sendiri dapat memberi. Orang yang merasa bahwa cinta Yesus cukup membuatnya merasa berharga dan dicintai mampu mencintai. Natal merupakan sebuah misi yang terus mendesak orang yang mengalami sukacitanya untuk pergi berbagi, melayani dan mencintai. Dengan demikian natal menjadi sungguh-sungguh sebuah kelahiran yang tidak berhenti pada sekadar mengandung sabda, tetapi melakukannya. Yesus harus lahir dalam pikiran, kata-kata dan tindakan kita. Inilah natal yang membawa damai dan sukacita. Akhirnya, natal menjadi sungguh sebuah anugerah pembebasan, penebusan dan kebangkitan.
arifinpatritius