Renungan Minggu Adven III Th.B
Bersukacitalah
Yes. 61:1-2a,10-11; MT Luk. 1:46-48,49-50,53-54; 1Tes. 5:16-24; Yoh. 1:6-8,19-28
Minggu Adven ketiga merupakan minggu sukacita yang sering juga disebut sebagai Minggu Gaudete. Pada masa ini kita, umat beriman mestinya bersukacita sebab kita semakin mendekati hari kelahiran Tuhan. Sukacita yang kita salurkan baik ke dalam diri kita maupun ke luar dari diri kita adalah sarana yang sangat baik untuk menyambut satu-satunya Sang Penebus yaitu Yesus Kristus. Kita sediakan diri kita sebagai palung kelahiran Yesus saat ini. Dengan apa lagi kita bisa membalas kebaikan Tuhan yang telah rela meninggalkan istanaNya yang kudus dan merendahkan diriNya dengan menjadi sama seperti manusia kalau bukan dengan sukacita yang kita miliki? Sukacita adalah harta yang sangat berharga yang bisa kita persiapkan buat kedatangan Tuhan sebab Tuhan tidak pernah mengharapkan satu umatnya pun berdukacita pada saat kedatanganNya. Jadi sukacitalah yang bisa kita balasakan untuk menyambut kedatangan Tuhan.
Saudara-saudariku yang terkasih dalam Kristus, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak bersukacita, sekalipun “badai” datang menghampiri kita. Justru inilah saatnya kita untuk mampu melihat suatu makna positif di balik semua kejadian buruk atau pengalaman buruk yang kita alami sehari-hari. Inilah saatnya kita mulai berusaha melihat kehendak Tuhan dan pesan Tuhan di balik semua peristiwa yang dialami sekalipun peristiwa tersebut sangat tidak mengenakkan hidup kita. “Bersukacitalah senantiasa! Tetaplah berdoa dan mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah bagi kamu di dalam Kristus Yesus.” (1 Tes 5:16-24)
Alangkah baiknya juga kita meneladani Yohanes Pembaptis yang mau bersaksi tentang cahaya. Sekalipun Yohanes sendiri bukan cahaya, tetapi dia bersaksi tentang cahaya itu. Cahaya yang diwartakan dengan suka citaitu akan semakin terang benderang bagi siapapun—termasuk kita yang bersaksi—bila kita semua bersukacita dalam bersasksi tentangNya. Penting sekali bagi kita untuk meminta semangat yang sama dengan Yohanes Pembabtis dalam mengahayati Minggu Adven ketiga ini.
Yohanes Pembabtis dan Elia
Jika kita melihat gambaran tentang Yohanes Pembaptis dari Mat 11: 13-14 “Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes dan jika—kamu mau menerimanya ialah Elia yang akan datang itu.” dan dari Yoh 1: 21 “Lalu bertanya kepadanya: ‘kalau begitu siapakah engkau? Elia?’ dan ia menjawab: ‘bukan!’” maka akan terlihat dua hal yang berlawanan, di satu sisi menurut Matius Elia adalah Yohanes Pembabtis, tetapi menurut Injil Yohanes Elia bukan Yohanes Pembaptis. Tentu setiap kesan bisa saja terjadi namun alangkah baiknya kita melihat konteksnya baik-baik. Saya pun menyajikan hal ini karena pernah merasa bingung.
Para imam dan orang Lewi datang kepada Yohanes Pembabtis dan bertanya kepadanya apakah ia adalah Elia? Konteksnya pada waktu itu adalah orang-orang Israel sangat menantikan kedatangan Elia seperti Firman Tuhan melalui nabi Maleakhi bahwa ia akan mengirim Elia. Jadi wajar saja mereka bertanya kepada Yohanes seperti itu, terlebih lagi ada bukti petunjuk bahwa Elia mengenakan pakaian dari bulu sangat mungkin dari bulu onta. Di dalam 2 Raja-raja 1: 8 dikatakan “Jawab mereka kepadanya: ‘Seorang yang memakai pakaian bulu, dan ikat pinggang kulit terikat pada pinggangnya.’ Maka berkatalah ia itu Elia orang Tisbe!” Jadi ketika ia ditanya apakah ia Elia yang naik ke Surga sekitra 9 abad sebelumya, jawabnya tentu saja ‘bukan’. Kedua injil pun tidak bertentangan. Yohanes menyangkal bahwa ia adalah Elia karena kalangan Yahudi mengharapkan kedatangan Elia secara fisik. Yesus Kristus pun tidak mengatakan Yohanes Pembaptis adalah Elia secara fisik. Hal ini tampak ketika Yesus mengatakan bahwa Yohanes lebih besar dari semua orang yang pernah lahir, termasuk Musa dan tentu saja Elia. Bila Yohanes Pembaptis Elia tentu saja ia buka Elia. Lebih dari itu, kita tidak mengimani yang namanya ‘reinkarnasi’.
Maksud Yesus menyebut Yohanes sebagi Elia yang akan datang ialah seperti yang diungkapkan Malaikat Gabriel saat berbicara dengan Zakharia ayah Yohanes Pembaptis. Katanya “Ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam Roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagiNya.” (Luk 1:17). Perhatikan ungkapan berjalan dalan roh dan kuasa Elia. Oleh karena itu, sebagai umat beriman yang masing-masing telah didiami oleh Roh, kita seharusnya mempersiapkan diri secara spiritual supaya kita bisa menjadi utusan sekaligus saksi bagi kelahiranNya yang selalu bersukacita, sebab Roh Tuhan ada pada kita dan telah mengurapi kita. Maka ia pun mengutus kita untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati. Dengan demikian kita pun bisa ikut mengambil bagian dalam madah pujian Yesaya “Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersork sorai di dalam Allahku.” (Yes 61: 10).
Fr.Yulianus Agung,SX