Sajian Utama: Menjadikan Dunia Satu Keluarga

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

By: P. Yakobus Sriyatmoko SX

Mungkinkah “menjadikan dunia satu keluarga?” Itulah pertanyaan yang bisa muncul ketika orang membaca judul karangan kecil ini. Apakah itu bukan hanya sebuah utopia alias mimpi yang tak akan pernah menjadi kenyataan? Mungkin benar, keinginan untuk mewujudkan dunia menjadi satu keluarga hanyalah sebuah mimpi. Dan mimpi itulah yang ada di benak St. Guido Maria Conforti, pendiri Serikat Misionaris Xaverian. Ia mencita- citakan bahwa suatu hari nanti dunia yang kita huni ini akan menjadi satu keluarga. Hal itu mungkin, kalau setiap manusia membiarkan diri dikuasai oleh kasih universal yang telah telah dibawa dan dinyalakan oleh Kristus dua ribu tahun yang lalu. Orang yang telah dikuasai oleh kasih universal, de- ngan sendirinya akan terdorong untuk mewujudkan persaudaraan univer- sal, suatu persaudaraan yang tak mengenal batas-batas bangsa, warna kulit, budaya dan perbedaan-perbedaan lain.

Conforti dan Zamannya

Conforti lahir 30 Maret 1865 dan kembali ke rumah Bapa 5 November 1931. Pada masa hidupnya, di Eropa tumbuh subur kongregasi-kongregasi yang mengkhususkan dirinya bagi pewartaan Injil. Kongregasi-kongregasi itu mengutus orang-orang yang merasa terpanggil untuk menanggapi pe- rintah  agung Kristus, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku  dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajar- lah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28: 19-20).

Conforti adalah satu dari mereka yang terinspirasi oleh Roh Kudus untuk mendirikan   Kongregasi yang bertujuan khusus untuk mewartakan Kristus kepada orang-orang yang belum mengenal-Nya. Dalam bagian awal Konstitusi tahun  1921 disebutkan bahwa tujuan  khusus dari Kongregasi yang dibentuknya adalah “Pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa yang be- lum mengenal Kristus, sebagai tanggapan dari perintah Kristus kepada para Rasul, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk “(Mrk 16:15).

Selain sebagai Uskup Parma dan Pendiri Serikat Misionaris Xave- rian, Conforti adalah juga Ketua Unio Misioner Para Imam se-Italia. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau ia mempunyai mimpi bahwa suatu hari nanti dunia akan menjadi satu berkat pesan Injil yang diwartakan oleh para misionaris. Dalam konteks seperti itu, saya menafsirkan, ‘menjadi- kan dunia satu keluarga’ bagi Conforti berarti menjadikan semua peng- huni bumi ini menjadi pengikut Kristus dengan menjadi Kristiani. Pastor Ermano Ferro, SX, seorang ahli Confortian yang tinggal di Rumah Induk Parma, membenarkan apa yang saya pikirkan itu ketika saya bertanya ke- padanya. “Apakah Pendiri kita berpikir dengan ‘menjadikan dunia satu keluarga’ berarti semua orang harus menjadi kristiani?” tanyaku kepada- nya. Dijawab olehnya, “Ya! Bagi Conforti, sebuah dunia yang penuh per- saudaraan akan lebih mudah terealisasi berkat terang dari pesan Kristiani meskipun secara manusiawi hal itu akan tetap tinggal sebagai utopia.”

Roh Kudus yang Membimbing Gereja

Orang berpikir menurut  zamannya. Roh Kudus berkarya dalam Gereja seturut pemikiran orang pada zamannya juga. Atas inspirasi dari Roh Kudus, pada awal abad ke-20, Conforti sudah mempunyai mimpi bahwa suatu hari nanti, berkat pewartaan Injil para misionaris, dunia akan menjadi satu keluarga. Ia pasti tidak berpikir bahwa suatu hari nanti Kong- regasi yang didirikannya akan beranggotakan orang-orang dari berbagai dunia. Paling-paling hanya orang-orang Cina yang telah ia pikirkan  akan menjadi anggota Kongregasinya (karena ia menyetujui dibukanya novisiat di Cina).

Delapan puluh tahun  setelah ia meninggal situasi sudah sangat berubah. Perubahan ini dimulai sejak pengusiran para Misionaris Xave- rian dari negeri Cina (sekitar tahun 1950). Mereka tersebar ke berbagai benua dan Negara: ada yang ke Amerika Latin, Afrika, Asia dan ada juga yang kembali ke Italia. Setelah bertahun-tahun berkarya di tempatnya ma- sing-masing, mereka merasa perlu untuk mengajak orang-orang yang di- layaninya bergabung menjadi anggota Kongregasi Xaverian. Jawaban pun positif. Mulailah bergabung pemuda-pemuda yang berasal dari Meksiko, Congo, Brasil, Indonesia, dan beberapa negara lain untuk menjadi anggota Kongregasi ini.

Melalui peristiwa-peristiwa itu Roh Kudus yang sama, yang mem- beri inspirasi kepada Conforti untuk membentuk dunia menjadi satu keluarga, memberi inspirasi kepada anak-anak Conforti untuk merealisasikan mimpi itu. Realisanya bukan lagi ingin ‘mengkristenkan’ semua orang, teta- pi dengan membentuk komunitas-komunitas  Xaverian yang anggotanya berasal dari berbagai Negara dan suku bangsa. Meskipun mereka berwar- na kulit berbeda-beda, ada yang putih, ada yang hitam dan ada juga yang berkulit sawo matang, mereka bersatu membentuk satu keluarga.

 Kita melihat kenyataan ini sebagai sebuah rahmat dari Roh Kudus (Dok. Kapitel Genderal XVI, no. 81). Di tengah dunia di mana konflik dan peperangan antarsuku dan kelompok mewarnai kehidupan masyarakat du- nia ini, kesaksian injili komunitas-komunitas internasional kita bisa mem- beri inspirasi bahwa persahabatan dan persaudaraan universal itu mungkin untuk diwujudkan.

Komunitas Model

Dari tahun 2004 hingga 2011, saya bertugas di Komunitas Teologi Internasional di Kamerun. Setiap tahunnya komunitas ini beranggotakan antara 20-25 orang. Keunikan dari komunitas ini adalah anggotanya yang berasal dari berbagai negara. Ada suatu periode di mana anggota dari ko- munitas kami ini berasal dari 9 negara: Banglades, Brasil, Burundi, Congo, Indonesia, Italia, Kamerun, Meksiko dan Siera Leone.

Banyak orang yang kenal dengan komunitas bertanya-tanya: “Bagaimana mungkin Anda bisa hidup bersama dalam satu rumah? Apa yang Anda makan? Si Bule itu bisa makan singkong rebus seperti orang- orang Afrika? Bahasa apa yang Anda gunakan sehari-hari?” Dan masih ada banyak pertanyaan yang lain. Mereka terheran-heran bagaimana mungkin orang yang berasal dari berbagai bangsa dan suku bangsa itu bisa bersatu membentuk sebuah keluarga religius.

Ada satu yang menyatukan kami, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Yesus Kristus memanggil setiap pribadi untuk terlibat dalam karya pewartaan Injil-Nya. Dia juga yang menyatukan kami dalam keluarga religius Misio- naris Xaverian. Kami meninggalkan keluarga dan negara kami masing- masing untuk  hidup bersama-sama dengan orang-orang  yang mempu- nyai panggilan yang sama dan  berkarya bersama dengan  tujuan  yang sama,  yaitu pewartaan kabar gembira Kristus. Itulah yang menyatukan kami. Kami bersatu dalam satu keluarga internasional bukan karena kesa- maan darah, bukan karena kesamaan pilihan politik, tetapi karena Kristus dan Injil-Nya.

 Komunitas-komunitas  yang semacam itu  kita temukan  juga di Indonesia.  Salah satunya  adalah Komunitas  Cempaka Putih  Raya 42. Orang-orang dari berbagai suku bangsa bersatu di sana membentuk se- buah keluarga. Ada yang berasal dari Mentawai, Manggarai, Kupang, Jawa, Bergamo-Italia, Udine-Italia dan sebagainya. Mereka semua mengalami panggilan yang sama dari Kristus untuk  mewartakan Injil-Nya kepada mereka yang belum mengenal-Nya. Untuk menjalankan tugas perutusan ini, mereka melakukan berbagai kerasulan yang bersifat ad gentes.

Salah satu yang mereka pilih adalah dialog antaragama. Tujuan ke- giatan itu sama sekali bukan untuk mengkristenkan orang. Dengan berdia- log dengan orang-orang yang beragama lain, mereka berharap bisa saling memahami pola pikir dan perilaku masing-masing, sehingga mereka bisa hidup berdampingan secara damai dan, kalau mungkin, membuat karya bersama demi kebaikan kemanusiaan dan dunia. Bukankah ini sebuah ja- lan kecil dan sederhana menuju terwujudnya cita-cita Conforti memba- ngun dunia menjadi satu keluarga?

Akankah Mimpi Conforti Menjadi Sebuah Kenyataan?

Hal-hal yang besar selalu dimulai dari hal-hal yang kecil. Yesus sendiri mengumpamakan Kerajaan Allah dengan sebuah biji sesawi yang ditaburkan orang di ladangnya. “Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang dan bersarang pada cabang-cabangnya”(Mat 13: 31-32).

Conforti melalui karya dan pelayanannya telah menabur ‘benih se- sawi’ itu. Kini anak-anak Conforti telah mencoba menyemai benih-benih yang sama di mana mereka berkarya (di 16 negara).  Akankah suatu hari mimpi Conforti dapat menjadi kenyataan, sehingga di atas bumi ini akan tercipta persaudaraan universal di antara penghuninya yang berasal dari berbagai bangsa, budaya, agama, dan warna kulit? Kita tidak tahu jawaban- nya. Yang bisa kita lakukan adalah menanam dan mengairi serta memupuk ‘biji sesawi’ itu. Biarlah Allah sendiri, dalam Roh KudusNya yang memberi pertumbuhan.

Bintaro, 5 November 2013

 Pesta Santo Guido Maria Conforti

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: