“KESADARAN MENDALAMI PERJUMPAAN DENGAN ALLAH”
(Bacaan I: 2 Raj, 5: 14-17
Bacaan II: 2 Tim, 8-13
Injil: Luk, 17:11-19)
Hari Minggu ke XXVIII ini Gereja mengundang seluruh umat Katolik merenungkan kisah penyembuhan. Penyembuhan pertama dialami oleh Naaman, seorang panglima raja Aram, yang terpandang di hadapan tuannya, dan disayangi sebab melalui dia Tuhan memberikan kemenangan kepada orang Aram. Akan tetapi dia adalah seorang tentara yang sakit kusta (2 Raj. 5:1). Kisah penyembuhan kedua adalah sepuluh orang kusta yang sembuh dari sakit kusta mereka, setelah beberapa saat berjumpa dengan Kristus.
Kedua kisah tersebut, kesepuluh orang kusta dan juga panglima Raja yang sakit kusta yang disembuhkan oleh Nabi Elisa, menunjuk pada kisah yang sama, namun terjadi di dua zaman yang berbeda. Dengan gamblang selalu disejajarkan Nabi Elisa dengan nabi yang baru dalam Perjanjian Baru yakni Kristus sendiri. Namun kisah ini menunjukkan kebingungan yang mencoba melihat kembali kesamaan yang dikatakan di atas.
Dari kisah, nampaknya dapat dilihat bahwa, para kusta pernah mendengarkan Kristus sebelumnya, entah dari cerita orang, atau pernah melihat langsng dan yakin bahwa Dia bisa menyembuhkan. Hal yang pasti bahwa mereka datang bersama-sama, untuk menghadap Kristus. Kebersamaan mereka saat datang ini membantu kita melihat sikap kesembilan orang kusta yang telah disembuhkan namun tidak datang kembali kepada Kristus untuk bersyukur. Dan di sinilah justru mengarahkan kita untuk mengadili dengan cepat, dasar yang kesembilan itu orang-orang yang tidak mau bersyukur kepada Allah? Benarkan demikian?. Kenapa tidak mempersoalkan yang satu, yang kembali tanpa mengajak teman yang lain untuk kembali kepada Kristus untuk bersyukur. Bukankah dia bisa dikatakan egois? Tidak membantu teman-temannya?
Dalam dialog yang terjadi antara mereka dengan Kristus, tidak dilihat secara langsung bahwa mereka disembuhkan seketika itu juga, seperti yang terjadi dengan seorang yang sakit lumpuh dalam Matius 9:1-8. Kisah penyembuhan bagi seorang yang mati tangan sebelahnya, Matius 12: 9-14. Di situ secara langsung Kristus menyembuhkan si Lumpuh dengan mengatakan, “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu….. dan orang itu pun bangun dan pulang ke rumahnya.” Lalu ditanya, apakah mereka disembuhkan oleh Kristus? Nyatanya mereka mengalami kesembuhan ketika di tengah jalan.
Para kusta meminta untuk disembuhkan, “Yesus Guru, kasihanilah kami”, namun justru Kristus menyuruh mereka untuk kembali kepada orang-orang yang telah menempatkan mereka jauh dari masyarakat, di daerah perbatasan, yang berdiri agak jauh dari jalan, ayat 12. Hal yang terjadi bahwa mereka menjadi tahir di tengah jalan,dalam perjalanan menghadap imam-imam. Justru mungkin atas dasar inilah kesembilan orang kusta itu tidak sadar karena mereka tidak tahu apakah Kristus yang menyembuhkan mereka. Injil tidak menunjukkan alasan-alasan mereka tidak kembali bersyukur, seperti yang dilakukan orang Samaria yang telah mengalami kesembuhan itu.
Lebih lanjut kita akan bertanya, mengapa hanya satu yang kembali bersyukur. Pertanyaan yang tidak sering ditanyakan. Justru dalam hal inilah, kita akan menemukan kenapa yang kesembilan itu tidak datang bersyukur dan kembali kepada Kristus. Kita mengetahui alasan seorang yang disembuhkan itu untuk menjawab mengapa yang lain itu tidak datang bersyukur. Karena yang ke sembilan itu tidak dijelaskan kenapa tidak kembali kepada Kristus, dan bersyukur, maka kita akan mendalami yang dengan jelas mengutarakan alasan kembalinya ke pada Kristus.
Alasan yang nampaknya sederhana, namun besar pengaruhnya dalam seluruh kehidupan manusia yaitu, mengenai kesadaran. Tidak semua orang mampu merasakan hal ini dalam hidupnya. Kesadaran akan berjumpa dengan Allah, memampukan seseorang untuk melihat diri bahwa dirinya tergantung pada Allah dan mengakui kedaulatan Allah atas dirinya. Hal ini telah ditunjukkan oleh orang Samaria yang kusta dan telah disembuhkan oleh Kristus pada hari ini. Begitu banyak sosok dalam kitab suci yang dikisahkan bahwa kesadaran menjadi kunci berjumpa dengan Allah. Pengalaman panggilan Petrus, Lukas, 5; 1-11, Petrus menyadari diri berjumpa dengan Allah. Dalam bacaan pertama, 2 Raj. 5: 14-19, Naaman sadar bahwa dia telah disembuhkan oleh Allah dengan perantaraan Elisa. Kesadaran anak yang menghamburkan harta warisan ayahnya dalam perumpamaan Luk, 15:11-32, “lalu ia menyadari keadaannya” Luk, 15:17 menunjukkan juga bagaimana kesadaran itu menjadi pintu masuk bergabung lagi dengan Allah.
Dalam kedua kisah yang ditunjukkan sangat jelas bahwa kesadaran menjadi kunci untuk mengalami lebih dalam pengalaman akan kehadiran Allah. Sosok si kusta dari sembilan temannya yang disembuhkan, membantu kita untuk merasakan betapa kesadaran menjadi kunci perjumpaan yang mendalam dengan Allah. Dengan tidak secara cepat kita mengatakan bahwa dasar sembilan orang kusta itu tidak mau bersyukur, kita diajak untuk merenungkan kesadaran yang dimiliki si orang Samaria itu. Kalau kita tau sikap tidak mau bersyukur, tentunya kita tau sikap untuk bersyukur. Dengan jelas bahwa kita diajak masuk ke dalam kesadaran bahwa ada Allah yang selalu mengasihi dan mencintai kita. Marilah, Jangan sampai Allah mempertanyakan kita di dunia ini, mengapa Engkau juga belum sadar? Baiklah sebelum Tuhan mempertanyakan itu, bertanyalah sendiri!
Fr. Johny Morgan, SX