Renungan Mingguan – Minggu Paskah VI
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, pada hari ini kita mendengarkan bacaan Injil dari Yoh. 15:9-7 yang menunjukkan bagaimana kita seharusnya berelasi dengan Kristus. Yesus sendiri telah mengatakan bahwa kita adalah sahabat-Nya. Bukankah ini kabar yang sangat menggembirakan. Terkurung dalam anggapan kita sebagai manusia hanyalah hamba di mata Tuhan membuat relasi kita dengan-Nya hanya sebatas memohon, bersyukur, dll. Tanpa kita sadari relasi seperti ini justru menciptakan jarak antara kita dengan Tuhan. Ibarat seorang karyawan dengan bos yang selalu dibatasi oleh jabatan. Namun, berbeda dengan apa yang disabdakan oleh Yesus pada hari ini. “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (bdk. ay. 15)
Kita semua pasti tahu bagaimana rasanya memiliki seorang sahabat. Sahabat sejati tentu adalah orang yang siap menjadi tempat kita bercerita, berkeluh kesah, tertawa dan menangis bersama, dan bahkan saling mengorbankan diri. Demikian jugalah Yesus yang memilih untuk menjadi sahabat kita. Yesus telah datang ke dunia untuk memberikan dirinya demi kita semua sahabat-sahabatnya. Akan tetapi, relasi itu tidak putus begitu saja. Kita percaya akan kebangkitan Kristus yang selalu kita rayakan dengan penuh iman. Dengan demikian relasi persahabatan kita dengan-Nya tentu harus tetap terjaga. Yesuslah tempat kita berkeluh kesah, curhat, dan berbagi pengalaman-pengalaman hidup kita. Ia akan selalu meluangkan waktu bagi kita kapan pun dan dimana pun, dalam situasi apapun. Bahkan, jika kita merasa marah dan kesal kepada-Nya, Ia tetap hadir untuk mendengar kita.
Saudara-saudari yang terkasih, sebagai sahabat Yesus kita tentu dituntut bukan hanya berelasi akrab dengannya, melainkan juga menghasilkan buah dari relasi itu. Yesus mengatakan, “Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” Apa buah-buah dari relasi persahabatan kita dengan Kristus? Tentu saja adalah tindakan kasih yang telah Ia ajarkan. Dalam bacaan kedua tertulis, “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.” Kasih menjadi jalan utama bagi kita sebagai orang Kristiani dalam melaksanakan perintah Tuhan.
Hidup dalam kasih berarti kita hidup bersama dengan Allah melalui sesama kita. Hal ini dapat kita lakukan melalui tindakan nyata terhadap orang-orang di sekitar kita. Contoh sederhana, kita menolong tetangga yang sedang kekurangan makanan, memberikan hiburan kepada saudara yang bersedih, merawat orang sakit dengan penuh cinta, dll. Tindakan-tindakan kasih yang tampaknya kecil ini justru akan membawa kita secara perlahan kepada tindakan kasih yang lebih besar. Setidaknya kita telah menjadi terang dan garam bagi orang di sekitar kita, lingkungan kita, dan nanti meluas hingga lebih banyak lagi orang yang merasakan manfaat kehadiran kita.
Semoga Tuhan memberkati kita semua. Amin
-Fr. Erfin Siagian – Frater tingkat I