Perumpamaan rupa-rupanya menjadi salah satu cara favorit Yesus dalam mewartakan
Kerajaan Allah. Bagaimana pun perumpamaan tidak dapat dipahami begitu saja hanya dengan
membacanya. Yesus sejatinya ingin agar kita selalu meluangkan waktu untuk membaca dan
merenungkan kitab suci. Dengan membaca dan merenungkan kita tentu akan mendapatkan
pesan-pesan yang sifatnya sangat personal dari Yesus kepada kita. Dari padanya kita menimba
kekuatan dan inspirasi baru untuk senantiasa hidup di dalam kasih dan kehendakNya. Apakah
kita sudah memberikan waktu kita untuk membaca dan merenungkan kitab suci?
Hari ini Yesus mengumpamakan kerajaan Allah seperti perjamuan kawin. Dikisahkan
seorang raja mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Lalu ia menyuruh hambanya untuk
memanggil orang-orang yang telah diundangnya. Sayang mereka tidak mau datang. Lalu raja
menyuruh hambanya yang lain untuk memanggil mereka dengan tawaran yang menarik bahwa
hidangan telah tersedia. Bukan hanya ditolak, bahkan hamba-hamba raja dibunuh dan
mengakibatkan murka Raja. Akhirnya raja menyuruh hambanya mengumpulkan orang-orang
yang berada di persimpangan jalan. Mereka adalah orang-orang jahat dan orang-orang baik yang
dipersatukan di dalam ruangan perjamuan itu. Sayang, ada seorang lain yang datang tanpa
mengenakan pakaian pesta. Atas perintah raja ia dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling
gelap.
Saya lebih tertarik mengomentari sikap raja yang tidak diskriminatif. Ia melalui para
hambanya memanggil semua orang yang ada di persimpangan jalan, entah yang baik maupun
yang jahat. Mereka semua dipanggil untuk menikmati perjamuan dalam kebersamaan dan
persaudaraan. Demikian halnya bahwa keselamatan adalah tawaran bagi semua orang tanpa
dibatasi oleh sekat-sekat perbedaan keyakinan. Keselamatan sifatnya universal melampaui segala
sesuatu yang merintanginya. Sebagai murid Kristus kita berkewajiban untuk menjadi
penyambung lidah Allah ihwal tawaran keselamatan kepada setiap orang yang ktia jumpai. Oleh
karena kita telah diselamatkan oleh Yesus maka keselamatan itulah yang kita wartakan.
Sudah cukup lama kita mengurung diri lantaran wabah virus Corona yang rupa-rupanya
semakin memprihatinkan. Banyak yang kehilangan pekerjaan akibat pemberlakuan lock down,
yang kelaparan, akibat psikologis seperti stres dan depresi karena jenuh melakukan segala
sesuatu dari rumah. Tidak sedikit yang meregang nyawa akibat musuh tak kasat mata ini. Kita
tidak bisa mengelak bahwa betapa banyak orang yang membutuhkan uluran tangan kasih kita
dalam situasi pelik ini. Apakah kita menyadari hal ini? Seandainya sudah, lantas apa yang telah
kita perbuat bagi sama saudara yang menderita? Bantuan sejatinya meski kecil tetapi sangat
berarti bagi yang membutuhkannya. Lebih dalam dari pada itu, Pesan injil yang hendak saya
bagikan yakni solidaritas yang kita bangun harus melampaui sekat-sekat perbedaan. Gusdur,
seorang tokoh pluralis mengatakan jika kita berbuat baik orang tidak akan bertanya : Apa
agamamu?
Sekadar sebuah contoh pelayanan karitatif yang melampaui sekat-sekat perbedaan ialah
karya pelayanan komunitas Sant Egidio. Komunitas ini melayani orang-orang miskin, mereka
yang hidup menggelandang di jalanan, anak-anak yang kesulitan mengakses pendidikan dan para lansia yang kurang mendapat perhatian. Tidak ada diskriminatif dalam melaksanakan pelayanan.
Sebagai seorang Frater Xaverian saya mendapat perutusan merasul di rumah persahabatan Sant
Egidio Mensa. Para sahabat dan rekan kerja yang adalah orang-orang katolik melayani dengan
penuh semangat dan sukacita. Mayoritas Orang-orang yang dilayani beragama muslim. Di sana
saya menyaksikan indahnya hidup dalam keberagaman. Saya yakin bahwa pelayanan tersebut
merupakan bentuk pewartaan kabar sukacita kepada mereka yang belum mengenal Kristus dan
itulah kewajiban kita sebagai muridNya.
Akhirnya semoga momen pandemi dan rangkaian krisis yang mewarnainya mendorong
kita untuk selalu berbuat sesuatu bagi sesama. Lebih dari itu pelayanan itu harus terbuka kepada
siapa saja yang menderita. Semoga kasih dan damai Kristus senantiasa beserta kita.