Pada hari Minggu ke-26 ini, Yesus membentangkan suatu perumpamaan tentang dua orang anak. Si sulung ketika disuruh sang Bapak untuk pergi bekerja di kebun anggur, ia menjawab “baik, Bapa.” Tetapi pada kenyataannya ia tidak pergi. Lalu kemudian sang Bapak pergi kepada anak yang kedua dan menyuruh hal yang sama. Anak yang kedua menjawab, ‘Tidak mau!’ tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga.
Perumpamaan ini terasa sangat akrab dengan kehidupan kita setiap hari. Entah sadar ataupun tidak sadar, kita kadang menjadi seperti anak yang sulung dan kadang seperti yang kedua. Kita dengan mudah mengatakan ‘Ya’ pada suatu permintaan, kesepakatan, dan hal-hal lain, dan terasa sangat mudah untuk mengatakannya tetapi dalam menyatakan sangat sulit. Namun, perlu diakui bahwa kita juga kerap sanggup mengindahkan ‘Ya’ ke dalam bentuk konkret/tindakan. Demikian juga kita dengan berani mengatakan ‘Tidak’ terhadap suatu hal, tetapi kemudian kita mau melaksanakannya. Jelas bahwa perumpamaan ini mau menunjukkan sisi manusiawi kehidupan kita dan kontekstual dengan kehidupan kita sekarang ini.
Dari perumpamaan ini, perlu diketahui, yang mau ditekankan Yesus adalah suatu ‘kesadaran’ seperti yang ditunjukkan oleh anak yang kedua. Kesadaran yang membawa kita pada suatu penyesalan dan akhirnya muncul suatu sikap pertobatan. Pertobatan berarti mau berbalik arah ke jalan yang benar dan sesungguhnya serta tidak berakhir pada kata-kata. Gambaran pertobatan inilah yang diungkapkan Yesus seperti “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan para pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam kerajaan Allah…” Pertanyaan reflektif untuk kita semua, “Apakah dalam keseharianku, aku menyadari diri sebagai seorang pendosa?” Kiranya pertanyaan paling dasar ini terus bergaung setiap hari dalam diri kita masing-masing, hingga kita pun terus membaharui diri.