“..Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.(Mat. 17:5)
Sabda tentang “Inilah anak yang Kukasihi” sering saya kutip ketika berbagi curahan hati bersama komunitas mau pun para sahabat. “Saya adalah pribadi yang dikasihi Allah”, begitulah saya sering mengungkapkannya. Mungkin orang lain juga merenungkan hal itu, dan mungkin juga lebih mendalam. Saya ingin berbagi tentang kutipan ini sekali lagi. Kutipan ini yang sudah lama menjadi refleksi hidup saya, dan semakin hari saya semakin menyadari bagaimana seharusnya menjadi pribadi yang dikasihi.
Dalam Injil, Yesuslah pribadi yang dikasihi itu. Maka, bagaimana seharusnya menjadi pribadi yang dikasihi? Ya hiduplah sebagaimana Yesus hidup. Saya sering lupa bahwa ketika saya merasa hidup sebagai anak Allah, anak yang dikasihi-Nya, berarti juga saya harus menerima salib. Saya coba mengontemplasikan Yesus berkata kepada saya, “Eh, kamu percaya bahwa kamu adalah pribadi yang dikasihi to? Ini, pikullah salibmu juga. Kamu kira Aku ini dikasihi Bapa tanpa penderitaan kah?” Bagi saya ini penting untuk direnungkan. Yesus sendirilah batu penjurunya tentang bagaimana hidup sebagai anak yang dikasihi. Maka Allah berkata, “dengarkanlah Dia.” Ya, untuk bisa hidup sebagai pribadi yang dikasihi Bapa, saya harus mendengarkan dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Yesus dalam masa prapaskah ini.
Yesus memandang aku, dan aku memandang Dia, dengan penuh kasih Dia berkata, “sahabat-Ku, BERTOBATLAH.”
Selamat melanjutkan masa prapaskah dengan gembira dan murah hati.
Tuhan Yesus senantiasa menyertai masa-masa pertobatan kita.