Kita seringkali mengeluh ketika sayur yang dibuat ibu atau istri kekurangan garam. Kita lalu berkata-kata “Sayur ini kurang garam!” Lalu kita menabur garam secukupnya ke dalam sayur. Kita seringkali mengalami mati lampu karena kebijakan PLN. Kita lalu mengeluh karena sulit melihat sesuatu dalam kegelapan. Semua keluhan, emosi spontan, serta kata-kata yang mewakili perasaan kita menunjukkan bahwa kita membutuhkan garam dan lampu. Akan tetapi ketika kita kurang garam kita tidak akan menaruh lampu ke dalam sayur atau ketika mati lampu kita mencari garam sebagai alat penerang. Semua memiliki fungsinya masing-masing.
Injil hari ini berbicara tentang garam dan terang. Kita semua sebagai anak-anak Allah adalah garam dan terang, “Kamu adala garam dunia… kamu adalah terang dunia” (Mat. 5: 13.14). Status ini merupakan suatu status yang perlu kita syukuri tetapi sekaligus kita perjuangkan akan keutuhannya. Kalau garam itu tidak tawar lagi tentu ia akan kehilangan fungsi. Begitulah kita kalau kehilangan jati diri kita sebagai anak-anak Allah. Kalau lampu tidak bercahaya pada waktu gelap, ia akan kehilangan maknanya sebagai lampu. Begitulah kita kalau tidak mempunyai terang/asah rohani yang dapat memancarkan wajah Allah kepada orang lain, kita akan kehilangan jati diri kita sebagai anak-anak terang. Maka syukur tidak cukup, mesti ada perjuangan untuk konsisten dalam menjalankan fungsi kita sebagai anak-anak Allah.
Kalau kita tahu status kita yang demikian, kita kemudian perlu menempatkan diri ‘pada tempatnya’, artinya kita perlu berlaku sesuai fungsi kita sebagaimana yang dikehendaki Allah. Seperti Injil mengatakan “Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkanya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang”. Dengan perbuatan kita yang benar dan baik serta tepat, orang kemudian dapat melihat Kristus di dalam diri kita dan mengantarnya untuk dekat dengan Kristus. Kitalah alat-alat Tuhan di dunia supaya melalui perbuatan kita yang beriman pada-Nya, Bapa yang disorga mereka muliakan, seperti yang Injil katakan “supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga”.
Tentu kita juga mesti realistis bahwa kita jauh dari kesempurnaan. Kita adalah makhluk yang selalu membutuhkan pertolongan untuk mencapai kesempurnaan. Artinya kita terkadang menemukan kesulitan dalam melaksanakan peran kita sebagai garam dan terang bagi dunia. Sulitlah menjadi garam dan terang ketika kita melihat diri kita adalah seorang yang keras kepala, pemalas, cari gampangnya saja, dan selalu tinggal dalam zona nyaman. Sulitlah menjadi garam dan terang ketika kita berhadapan dengan orang yang tidak sepaham dengan kita, orang yang sulit diajak bekerja sama, atau situasi-situasi yang tidak kita sukai. Maka dalam ketidaksempurnaan kita, sekalipun kita sudah diberikan martabat sebagai anak terang dan garam, kita toh tetap membutuhkan pertolongan Tuhan. Kita perlu mengakui bahwa kita akan selalu berteriak minta tolong pada Tuhan karena Dialah maha kuasa dan maha baik, dan Ia akan selalu menjawab dan mendengar teriakan minta tolong kita. Seperti Yesaya katakan “pada waktu itulah engkau akan memanggil dan Tuhan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku!” (Yes. 58: 9).