Yesus Yang Berbeda

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Yesus Yang Berbeda

Saya memulainya dengan pertanyaan seorang benar kepada sang Raja, “Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?”

Terlepas dari jawaban yang akan diberikan oleh sang Raja, pertanyaan ini menjadi pertanyaan dasar bagi kita seorang makhluk sosial untuk saling melengkapi satu sama lain. Saya bisa menambahkan demikian, “Bilamanakah kami melihat Engkau dicerca berita HOAX dan kami membela kebenaran? Bilamanakah kami melihat Engkau dihina atas kebudayaanmu, sukumu, rasmu dan kami akan berusaha untuk membenarkan dan menghargaimu?” Untuk konteks saat ini, maka saya ingin merefleksikan dengan para pembaca untuk lebih mengenal Raja (dibaca:Yesus) yang berbeda, dalam arti Raja yang ada di dalam hati dan pribadi setiap orang yang kita jumpai. Perbedaan yang hadir di tengah-tengah kita menjadi bahan permenungan kita untuk lebih menghargai dan mencintai sesama kita secara lebih utuh. Saya memulainya dari pengalaman pribadi.

Mengenal Raja = Mengenal Diri sebagai Pribadi Yang Dikasihi

Saya memiliki pengalaman nomaden (berpindah tempat) dari suatu daerah ke daerah lain dikarenakan tuntutan pekerjaan dari ayah saya. Dimulai dari Jakarta, saya lahir dan besar hingga masa kanak-kanak (TK). Kemudian, ayah saya ditugaskan untuk bekerja di Jayapura, Papua selama ± 6 tahun, dan saya pun menyelesaikan jenjang pendidikan di sekolah dasar (SD). Setelahnya, ayah saya ditugaskan lagi untuk bekerja di Makassar, Sulawesi Selatan sampai saat ini. Saya pun mengikuti perpindahan ini dan menyelesaikan studi masa SMP dan SMA, yang kemudian saya melanjutkan pendidikan di Seminari Mertoyudan, Magelang selama satu tahun. Lalu, saya menyelesaikan masa formasi di Novisiat selama dua tahun dengan mengikrarkan kaul pertama sebagai seorang misionaris Serikat Xaverian. Saat ini, saya sedang menempuh tahun studi di Skolastikat Xaverian.

Melalui pengalaman singkat diatas, saya pun baru menyadari bahwa pertama-tama saya sudah mencicipi rasanya menjadi seorang misionaris berkat pekerjaan ayah saya, dan karena itulah salah satu alasan mengapa saya mau menjadi seorang misionaris. Beberapa kali pindah tempat membuat saya banyak belajar akan banyak hal, baik dari hal-hal yang positif dan juga hal-hal yang negatif. Keunikan setiap tempat dan pribadi yang saya temui membentuk suatu persepsi baru di dalam diri saya bahwa ternyata kebudayaan pertama-tama hadir oleh karena pribadi setiap orang yang dengan niat baik ingin membawa daerahnya menjadi unik dan berharga. Dari pandangan tersebut, tidak terlepas juga pandangan negatif saya yang muncul dari perbedaan budaya di setiap tempat yang pernah saya kunjungi, terutama pandangan setiap orang tentang budaya lain. Pernah suatu ketika, ketika saya baru pindah dari Papua dan memulai masa SMP di Makassar, saya diejek oleh teman-teman sekolah oleh karena bahasa dan logat yang saya gunakan dianggap aneh dan lucu. Bukan hanya itu, mereka pun juga meniru logat tersebut namun dengan nada yang mengejek dan merendahkan. Saya tidak menerimanya sebab apa yang saya bawa dari kebudayaan tersebut adalah sesuatu yang berharga dan tidak sembarangan untuk diejek ataupun direndahkan. Pada saat itu, saya menjadi malas untuk pergi ke sekolah dan butuh waktu yang cukup untuk menerima kenyataan bahwa saya akan diejek oleh karena cara pembawaanku yang udik. Saya sempat ingin kembali ke Papua dan menikmati lagi suasana kebudayaan yang ada disana, dengan logat, bahasa dan keunikan lainnya yang telah menjadi ‘daging’ di dalam diri saya. Namun, saya sadar bahwa lari dari kenyataan tidak akan membuat saya belajar untuk mengenal lebih jauh budaya lain dan menghargainya sebagai suatu nilai yang berharga. Akhirnya, saya berusaha untuk mengolah kembali mental dan kesiapan diri saya untuk masuk ke sekolah, terlebih lagi saya berusaha untuk masuk ke dalam kebudayaan dan cara hidup yang baru di tempat yang baru pula.

Saya merefleksikan pengalaman kecil ini sebagai pengalaman dasar bagi saya untuk lepas dari zona nyaman dan berani masuk ke dalam ‘dunia’ baru, terkhusus budaya dan cara hidup yang baru dimana saya tinggal. Saya pun harus menyadari bahwa keinginan untuk tetap tinggal di Papua tidak akan membuka mata saya akan kekayaan-kekayaan budaya lain dimana saya akan hidup. Sampai saat ini, saya bersyukur bahwa saya berusaha untuk keluar dari diri sendiri, menerima kebudayaan dari orang lain dengan rendah hati dan gembira serta mencoba untuk menjadi bagian di dalamnya. Hal tersebut cukup sulit dan butuh waktu yang cukup bagi saya untuk menjadi bagian di dalam kebudayaan di mana saya tinggal. Tetapi, niat untuk keluar dari diri sendiri dan dengan rendah hati belajar dari kebudayaan orang lain membuat saya kuat dan berani untuk masuk dan menjadi ‘baru’ di dalam kebudayaan tersebut. Saya pun ingin merefleksikannya juga di dalam kacamata iman, yakni saya harus menyadari kehadiran Yesus di dalam diri orang-orang dan kebudayaan yang berbeda. Kehadiran-Nya di tengah-tengah orang yang berbeda hanya bisa saya jumpai apabila saya menyadari terlebih dahulu bahwa saya adalah pribadi yang berbeda, yang DIKASIHI oleh Allah. Perbedaan bisa saya lihat sebagai tanda PERSATUAN yang UTUH apabila saya menyadari terlebih dahulu bahwa saya juga adalah pribadi yang berbeda yang DIKASIHI oleh Allah, lalu berusaha menjadi KASIH bagi orang lain dengan cara masuk di dalam kebudayaan yang baru, belajar darinya tentang segala keunikan dan kekayaannya, serta mencintai dan menghargainya sebagai suatu nilai yang unik dan berharga. Dengan demikian, melalui usaha tersebut, saya perlahan mulai mencintai dan menghargai yang berbeda dalam terang KASIH Allah.

Mencintai Raja yang “Berbeda”

Setelah memahami budaya serta pribadi-pribadi yang berbeda dalam kacamata KASIH Allah, maka usaha saya saat ini adalah mencintai dan menghargai yang berbeda sebagai kehadiran Yesus yang hadir di dalamnya. Saat ini, saya berada di komunitas Xaverian, tempat berkumpul pribadi-pribadi yang berasal dari berbagai daerah dan kebudayaan yang berbeda, seperti Italia, Jawa, Sulawesi, Flores, Timor, Mentawai dan sebagainya. Berkat pekerjaan ayah saya yang berpindah tempat dan kesadaran akan perbedaan yang saling memperkaya dan mempersatukan, maka saya bersyukur bahwa saya bisa masuk ke dalam setiap pribadi orang secara lebih baik. Saya berusaha untuk terbuka kepada saran-saran baik dari setiap orang yang berbeda, mengenal secara lebih dekat kebudayaannya melalui cerita-cerita daerah atau pengalaman hidup mereka serta berusaha untuk mencintai dan mengasihi orang yang berbeda tersebut sebagai pribadi Yesus sendiri. Konflik kecil, seperti perbedaan pendapat, saling ejek dalam bentuk sindiran atau bercanda selalu muncul dan hadir di dalam keluarga ini. Namun, dari konflik tersebut saya mengambil pesan penting bahwa konflik membentuk kita sebagai keluarga yang terus belajar secara kontinu untuk mencapai tujuan St. Guido Maria Conforti, yakni DUNIA SATU KELUARGA. Kerinduan untuk mencapai tujuan tersebut dapat dicapai dengan semangat kerendahan hati dan sikap saling terbuka akan sesuatu yang ‘baru’ yang dapat saling memperkaya kita satu sama lain.

Dengan demikian, ini adalah refleksi saya dalam menanggapi perbedaan yang hadir di tengah-tengah kita, terutama di komunitas, tempat kerasulan kita dan juga lingkungan sekitar dimana kita tinggal. Kita mohon rahmat Tuhan agar perbedaan yang hadir memotivasi kita untuk saling menghargai dan mencintai sesama yang adalah Yesus sendiri. Dan akhirnya, pertanyaan orang benar tersebut bisa dijawab seturut jawaban yang diberikan oleh sang Raja kepadanya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Mari kita menjadi pribadi yang terbuka dan mau mencintai Yesus yang ‘berbeda’ di manapun kita berada. Tuhan memberkati.

 

Michael Thimoty

Leave a Reply

Your email address will not be published.