KITA SATU DALAM KEMANUSIAAN
(Yohanes 3:14-21; 2
Taw 36:14-16, 19-23;
Efesus 2:4-10)
Kebhinnekaan merupakan rahmat yang tak ternilai harganya. Seperti kata orang bijak, pelangi itu tidak indah jika hanya satu warna saja. Beragamnya warna pelangi menjadi berkat tersendiri yang membuatnya disukai banyak orang. Apa lagi, ia muncul setelah hujan menyelesaikan operanya. Ia pun menjamu cahaya mentari dalam bias-bias rintik hujan yang tersisa.
Begitu pun dengan Indonesia. Negara ini dipenuhi dengan keragaman yang berjajar dari Sabang sampai Papua. Beragamnya suku, ras, agama, dan budaya menjadi berkat yang patut untuk disyukuri di negeri tercinta ini. Tak cukup hanya bersyukur, kita sebagai warga Indonesia mesti memberi kesaksian bahwa hidup dalam keragaman itu adalah hal yang istimewa, unik, dan mahal karena terdapat nilai kesatuan di dalamnya. Bisa dikatakan bahwa tema Tahun Persatuan—Kita Bhinneka, Kita Indonesia—telah mengambil posisi yang tepat di tengah perkembangan zaman yang ada. Tentu tujuannya agar setiap orang, khususnya di Keuskupan Agung Jakarta ini, mengingat kembali identitas dirinya sebagai yang tunggal dalam kebhinnekaan. Berbeda tapi tetap satu. Kita mestinya tahu bahwa Jakarta adalah pusat Indonesia yang didatangi oleh beragama orang dari penjuru Indonesia. Maka, kesadaran untuk bersatu itu penting demi tercapainya kedamaian di negeri ini.
Dalam bacaan yang ditawarkan Gereja pada kita hari ini, terdapat tuntutan untuk mengenal siapa Allah yang sebenarnya. Injil menggambarkan bahwa “Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (Yoh. 3:17). Semuanya itu Dia lakukan karena begitu besar kasih-Nya akan dunia ini. Meskipun umat-Nya selalu melukai cinta yang Dia berikan, Allah tetap menuntun mereka melalui perantaraan para nabi-Nya dan pada akhirnya melalui Yesus, Putera-Nya. Cinta-Nya takkan pernah pudar bagi kita meskipun kita sering jatuh pada dosa yang sama. Pada akhirnya, Allah sendirilah yang akan menyelamatkan kita dalam terang yang membebaskan. Kejahatan berada dalam kegelapan, tetapi hanya dalam kegelapanlah terang itu bercahaya dan kegelapan sekali-kali takkan menguasainya (Bdk. Yoh. 1:5).
Di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus berkata keselamatan itu bukanlah pekerjaan manusia namun semata-mata berkat kasih karunia Allah yang disertai dengan iman. Rahmat itu gratis tapi tidak otomatis. Ya, sebagai orang-orang yang diselamatkan oleh kasih Allah, kita mestinya melakukan yang benar. Menjadi saksi cinta kasih yang telah kita peroleh dari-Nya. Jadi, jangan hanya diam dan berpangku tangan saja. Banyak hal yang mesti kita lakukan sebagai anak-anak Allah. Kita tidak boleh hanya duduk dan terpuruk dalam kuasa kegelapan tetapi datang kepada terang itu.
Sebagai orang Indonesia, kesadaran sebagai anak-anak Allah itu menjadi sangat penting karena dengan cara itulah kesatuan dapat diwujudkan. Berhentilah berpikir bahwa hanya kita saja yang benar atau hanya kita saja yang diselamatkan dan tidak akan dihukum. Ada beragam jalan untuk mencapai keselamatan. Seperti pelangi, jalan itu bisa saja merah, atau kuning, atau jingga, atau warna lainnya. Keselamatan itu bisa saja melalui Islam, atau Budha, atau Hindu, atau Khonghucu, atau bahkan aliran kepercayaan yang telah lama ada di negara kita ini. Yang tidak dapat dibenarkan saat ini adalah tindakan-tindakan yang merusak nilai kemanusiaan dan persatuan di negara kita ini.
Di sinilah kita perlu memberi kesaksian dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan kita akan menjadi kesaksian atas iman kita. Kita datang bukan sebagai allah baru yang menawarkan keselamatan menurut pandangan kita, tetapi sebagai penabur benih Kerajaan Allah di tengah masyarakat dengan cara menghargai perbedaan sebagai rahmat untuk persatuan. Jadi, misionaris bukan semata-mata datang untuk membaptis tetapi juga untuk melihat bahwa Allah telah lebih dahulu hadir dalam diri orang-orang yang kita jumpai. Kita perlu membawa air dan pupuk untuk membantu proses pertumbuhan benih-benih Sabda yang telah Allah tanam itu.
Maka, lepaskanlah segala kecemasan untuk bersentuhan dengan mereka yang berbeda dari kita. Kita mungkin Berbeda dalam banyak hal tetapi kita tetap satu dalam kemanusiaan. Seperti kata Paulus, “Jangan sampai ada orang yang memegahkan diri. Sebab sesungguhnya kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalam-Nya” (Ef. 2:9-10).
Selamat hari Minggu Prapaskah IV.
Fr. Friwandi Nainggolan, SX