Rasul Matius dan Penulis Injil Matius
Oleh: Alexander Ivan Pasca Putra
Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutilah Aku.”
Injil Matius menurut tradisi Gereja dikarang oleh Santo Matius penginjil. Matius Penginjil dan Rasul dirayakan oleh Gereja Barat setiap tanggal 21 September, sedangkan Gereja Timur merayakannya setiap tanggal 16 November.[1] Sebelum dipanggil Yesus untuk mengikutiNya, Matius merupakan seorang pemungut cukai. Kutipan Injil di atas merupakan sebagian dari kisah panggilan Rasul Matius oleh Yesus menurut Injil Matius. Berikut ini akan dipaparkan asal-usul Rasul Matius, dan beberapa pendapat yang mendukung dan menolak argumen yang menyatakan Rasul Matius adalah penulis Injil Matius yang diperoleh dari beberapa sumber pustaka.
Asal Usul Matius
Di samping referensi dari beberapa tradisi Perjanjian Baru, tidak ditemukan secara definitif kisah hidup dan aktivitas St.Matius, rasul dan penginjil. Kisah Matius dipanggil untuk mengikuti Yesus ada di dalam Injil Matius 9:9; Markus 2:13-17; dan Lukas 5:27-28. Sama seperti orang Yahudi, ia mempunyai dua nama. Di dalam Injil Matius dan Markus, Matius disebut Lewi, dan hanya Markus yang menambahkan bahwa Lewi merupakan anak Alfeus. Dalam bahasa Yahudi Matius berarti “rahmat Tuhan”. Matius alias Lewi anak Alfeus diperkirakan bekerja sebagai pemungut cukai untuk melayani kepentingan Herodes Antipas, raja wilayah Galilea.[2]
Tradisi mencatat pelayanannya di Yudea, setelah ia bermisi ke Timur, mungkin Etiopia dan di Persia. Relikwi Matius ditemukan di Salerno, Itali pada tahun 1080. Simbol Matius adalah malaikat.
Matius Pengarang Injil
Sesuai dengan tradisi, Matius menulis sebuah Injil dalam bahasa Aram sebelum tahun 50 SM.[3] Sebuah sumber menyatakan bahwa Injil Matius ditulis untuk Gereja Yahudi Kristen dalam lingkungan Yahudi yang kuat.[4] Akan tetapi, di akhir tulisan ini akan di tunjukkan bahwa penulis Injil Matius bukan berasal dari Palestina yang memiliki tradisi Yahudi yang keras.
Beberapa ahli mengakui bahwa Injil Matius disusun pada tahun 80 M karena Injil ini muncul sesudah penghancuran Yerusalem oleh tentara Roma di bawah perintah Titus pada tahun 70.[5] Di beberapa waktu kemudian, tradisi ini telah menghasilkan beberapa interpretasi. Pertama, beberapa ahli telah berdebat mengenai Matius Rasul menulis sebuah Injil asli berbahasa Aram yang juga diterjemahkan ke bahasa Yunani oleh seorang Kristen yang tidak diketahui asal usulnya. Ada juga yang berpendapat bahwa Matius sebagai penulis Injil dalam bahasa Aram sekaligus penerjemah Injil tersebut ke dalam bahasa Yunani.
Tentangnya dikatakan juga oleh pujangga Gereja yang bernama Papias sekitar tahun 110/120: Matius menyusun perkataan-perkataan Yesus dalam bahasa Ibrani.[6] Akan tetapi, sangat diragukan bahwa Matius benar-benar penulis Injil Matius yang kita miliki sekarang. Papias mengatakan bahwa Matius menulis “perkataan Yesus” dalam bahasa Ibrani, tetapi Injil yang kita miliki sekarang ditulis dalam bahasa Yunani yang cukup baik dan halus. Kita dapat memperkirakan bahwa menurut Papias, Matius bukan penulis Injil Matius yang kita miliki sekarang. Papias berpendapat bahwa Rasul Matius menulis sebuah Injil dalam bahasa Ibrani/Aram dan macam-macam terjemahan dibuat dari karyanya.[7] Oleh karena itu, Matius bukanlah penulis Injil Matius melainkan pangkal dari Injil tersebut.
Dengan pasti dan jelas bahwa Injil Matius yang ada sekarang tidak sepenuhnya berasal dari Injil Matius berbahasa Aram/Ibrani. Faktanya, Injil Matius banyak menunjukkan tradisi Yunani dalam permainan kata-kata Yunani (contohnya, Mat 6:16; 21:41; 24:30) dan ketergantungannya pada Septuaginta (1:23; 11:10; 12:21; 13:14-15; 21:16). [8] Hal ini menunjukkan bahwa penulis Matius diperkirakan bukan berasal dari lingkungan Yahudi yang keras.
Ciri Khas Penulis Injil Matius[9]
Kalau pun penulis Matius bukan Rasul Matius, bekas pemungut cukai, namun ia jelas seorang Yahudi. Akan tetapi, mengingat kehalusan bahasa Yunaninya, kiranya ia bukan berasal dari Palestina. Penulis Matius mengetahui dengan baik dan bahkan mahir dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Ia pun tahu baik adat kebiasaan Yahudi (menurut Hukum Taurat dan tafsirannya oleh ahli-ahli Kitab) seperti ada pada orang-orang Yahudi yang tinggal di Palestina dan daerah-daerah sekitarnya. Oleh karena kemahirannya, penulis Matius kadang-kadang dapat dianggap sebagai seorang ahli Kitab serupa dengan ahli Kitab Yahudi dari kalangan Farisi.
Penulis Matius ingin membina jemaat orang percaya, orang Kristen. Jemaat itu bukan jemaat di Palestina, tetapi di daerah sekitarnya. Daerah yang paling cocok adalah Siria, khususnya kota Antiokhia, atau pantai Palestina, misalnya kota Kaisarea. Jemaat tersebut berbahasa Yunani.
Penulis Matius berusaha mewartakan Yesus, sebagai Mesias, Anak Allah dan Anak Manusia. Yesus, Anak manusia yang dinanti-nantikan, tetap menyertai jemaat-Nya (Mat 28:20) dan hadir di tengah-tengahnya (Mat 18:20). Dengan pewartaannya, katekesenya ini, Matius ingin membina iman kepercayaan jemaat Yesus, Israel sejati yang terbuka bagi dunia.
Penutup
Kebenaran tentang Rasul Matius sebagai penulis Injil Matius hingga kini belum diketahui dan malah diragukan. Jika dilihat dari waktu penulisannya yang berlangsung setelah kehancuran Yerusalem, Injil Matius tidak mungkin ditulis oleh seorang Rasul. Saya menduga bahwa penulis Injil Matius menggunakan nama Rasul Matius karena ia terinspirasi atau terkesan akan pengajaran Matius tentang Yesus yang berkembang di lingkungan tempat ia tinggal. Selain itu, Rasul Matius lebih tepat dijadikan sebagai pelindung Injil Matius.
Saya pikir dengan menyingkapkan jatidiri penulis Matius yang sebenarnya tidak memberikan hal yang cukup berarti bagi kita. Terlepas dari siapa penulis Injil Matius, menurut saya cukuplah kita membaca, memahami dan menggali kekayaan yang terkandung di dalam Injil. Walaupun Injil Matius suatu saat secara definitif dibuktikan tidak ditulis oleh Rasul Matius, Injil Matius tidak pernah akan kehilangan kewibawaan dan kekayaannya. Injil Matius tetap merupakan kabar gembira, suatu katekese yang dapat menghidupkan dan membina iman seluruh umat Kristiani.
Daftar Pustaka
Robert P. Gwinn dkk. (ed.), The New Encyclopedia Britannica, Encyclopedia Britannica Inc:USA, 1990.
George E. Tiffany dkk. (ed.), The Catholic Encyclopedia For School and Home, St.Joseph’s Seminary and College: USA, 1965.
Groenen OFM, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Kanisius:Yogyakarta, 1995.
Joel B.Green dan Scot McKnight (ed.), Dictionary Of Jesus And The Gospels, Inter Varsity Press:USA, 1992.
[1] Robert P. Gwinn dkk. (ed.), The New Encyclopedia Britannica,(Encyclopedia Britannica Inc:USA, 1990), 945.
[2] George E. Tiffany dkk. (ed.), The Catholic Encyclopedia For School and Home,(St.Joseph’s Seminary and College: USA, 1965) , 742.
[3] George E. Tiffany dkk. (ed.), The Catholic Encyclopedia For School and Home , 742.
[4] Lih. “The Gospel According to Matthew was certainly written…in a strongly Jewish environtment,…” Robert P. Gwinn dkk. (ed.), The New Encyclopedia Britannica, 945.
[5] George E. Tiffany dkk. (ed.), The Catholic Encyclopedia For School and Home , 742.
[6]Groenen OFM, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, (Kanisius:Yogyakarta), 1995, 86.
[7] Lih.”On first analysis the tradition of Papias…”Joel B.Green dan Scot McKnight (ed.), Dictionary Of Jesus And The Gospels, (Inter Varsity Press:USA, 1992), 527.
[8] Joel B.Green dan Scot McKnight (ed.),Dictionary Of Jesus And The Gospels, 527.
[9] Disarikan dari buku Groenen OFM, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, 87-88.