Renungan Minggu Biasa XXVII Th. A
Panenan Kebun Anggur yang Masam atau Manis
Yes. 5:1-7; Mzm. 80:9,12,13-14,15-16,19-20; Flp. 4:6-9; Mat. 21:33-43
Secara sepontan hati saya berkata, “tak tahu diri benar para pekerja di kebun anggur tuan itu!” Memang respon ini sangat wajar bagi orang yang memiliki kesadaran akan apa itu ‘keadilan’. Secara manusiawi seorang upahan mesti memberikan hasil kebun anggur kepada tuannya bukan malah menganiaya dan membunuh utusan-utusan dan anak tuannya. Menariknya adalah jawaban para ahli taurat mengenai ganjaran apa yang setimpal mesti diterima oleh para pekerja anggur itu. Jawaban mereka adalah “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.” Apakah kita menjawab yang sama ketika ditanya apa ganjaran yang harus diterima oleh para pekerja kebun anggur itu?
Nampak dari jawabannya, para ahli taurat dan orang-orang farisi pada waktu itu sama bengisnya dengan pekerja-pekerja kebun anggur itu. Bengis karena persis yang ada dipikiran mereka adalah serba membinasakan dan menghabisi orang; suatu dorongan instingtif hewani ketika merasa diri terancam. Seakan harga nyawa manusia itu sebegitu murahnya dibanding dengan kepercayaan, ideologi dan properti yang mereka miliki. Dan persis di sini pulalah letak keasaman buah anggur yang dihasilkan kebun anggur itu yang Tuhan keluhkan kepada nabi Yesaya, “Apa lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam?”
Sebagai intermezo, kebun anggur itu tidak dapat dipanen secara bertahap melainkan serentak semuanya mesti dipanen. Apabila tidak dipanen secara serentak, maka buah yang tersisa akan menjadi masam dan busuk. Ada kemungkinan utusan-utusan dan anak tuan kebun anggur itu dikirim bukan semata-mata mengambil hasil kebun anggur, tetapi juga turut membantu proses memanen buah anggur di kebun itu. Kenapa para pekerja kebun anggur itu tidak ingin membantu? Atau memang mereka sedari awal mempunyai mata yang jahat (iri hati) saat memandang orang lain seperti kisah kebun anggur di bab 20 ayat 15? Dan hasil dari ini semua tidak lain adalah anggur yang masam.
Perumpamaan yang diungkapkan Tuhan Yesus pada minggu-minggu ini kiranya sangat jitu menusuk hati nurani para ahli taurat, kaum farisi dan imam-imam kepala. Tak hanya kepada mereka juga, kita umat beriman yang merasa memiliki previlese khusus dalam karya keselamatan Allah dan tidak ingin mengikut sertakan dan tidak merasa diutus untuk membagikannya kepada orang lain. Perumpamaan Yesus ini menyesahkan hingga meninggalkan luka pedih tak terkira bagi budi dan hati mereka dan kita umat beriman. Suatu tikaman yang sebenarnya dapat diibaratkan dengan cubitan seorang ibu kepada anaknya yang kurang mengerti, suka iri hati, dan mementingkan dirinya sendiri. Suatu cubitan yang membekas agar si anak selalu ingat akan kesalahan yang pernah ia lakukan dan bertobat. Jadi, mana yang mau kita pilih suatu panenan anggur yang manis atau yang masam dan bahkan busuk?
Fr.Alexander Ivan Pasca Putra,SX