Renungan Minggu Prapaskah I
“…ketaatan manusia sejati ditunjukkan oleh Kristus sendiri yang taat pada perintah Bapa.”
Masa Prapasakah menjadi masa berahmat bagi semua orang Kristiani. Gereja menyediakan masa khusus ini, mau membawa semua orang kristiani pada pengalaman perjumpaan dengan Allah yang sungguh-sungguh mencintai umat-Nya. Dalam relasi inilah, terungkap pemberian diri Allah dalam diri Kristus. Prapaskah dimulai dengan penandaan abu kepada semua umat beriman, mengingatkan kita akan kita yang diciptakan dari debu tanah, (Kej 2: 7 ) dan seruan yang bergema (bertobatlah dan percayalah kepada Injil, Bdk. Mat 4:17) sepanjang kita berjalan menuju suatu tempat di mana nantinya kita kembali seperti debu. Perjalanan panjang yang akan dan sedang kita lalui ini bukanlah jalan yang mudah. Kita membutuhkan perjuangan. Sejak iblis ditampilkan, bersamaan perjuangan manusia sudah ditunjukkan dengan berusaha taat pada perintah Allah atau mengikuti tawaran setan/iblis. Dalam bacaan pertama (Kej 3:1-7) ditampilkan kisah manusia jatuh ke dalam dosa setelah menerima tawaran dari Iblis dan melanggar perintah Allah. Singkatnya, sepanjang hidup ini, kita akan berhadapan dengan dua pilihan itu, mengikuti kehendak Allah yang diperintahkan sejak kita diciptakan, atau kita mengikuti tawaran yang datang kemudian yaitu iblis. Sayangnya kita tidak bisa memilih kedua-duanya.
Belum sampai seminggu kita memasuki masa prapaskah, dalam pekan pertama Prapaskah ini, Gereja menampilkan kisah heroik yaitu kemenangan Kristus atas iblis yang menggoda-Nya, dengan kisah kekalahan manusia atas kekuatan iblis yang mengajaknya melawan perintah Allah/melawan larangan Allah. Bacaan kedua Rasul Paulus menampilkan manusia baru yang pernah masuk dalam pengalaman keberdosaan/kekalahannya atas kuasa setan/iblis kemudian dibela karena kemenangan Kristus yang secara defenitif, maut tidak lagi berkuasa atas kita. Inilah kebanggaan seorang Kristiani bahwa dirinya tidak bisa diandalkan sepenuhnya tanpa Allah. Allah menarik manusia kepada-Nya dengan suatu aksi, terus memanggil manusia yang hidup karena kelimpahan kasih karunia-Nya.
Sosok pembela manusia sangat jelas ditampilkan dalam Injil, Kristus sebagai pemenang atas maut. Kristus diserang dari sisi kemanusiaan-Nya (kelaparan, ketenaran; menjatuhkan diri dari bubung bait Allah, memiliki harta benda). Berbeda dengan bacaan pertama, menampilkan kekuatan setan iblis yang nampaknya lebih tahu dari pada manusia. Dari pertanyaannya, nampaklah kelebihannya, (“Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?”). Perkataan ini menunjukkan bahwa ular tahu apa yang telah dikatakan Allah tentang larangan-Nya mengenai buah itu. Hawa menerima tawaran iblis, dengan sadar juga melarang perintah Allah. Hawa mengetahui bahwa dia bisa melihat dan pada akhirnya dia mengetahui dengan benar bahwa dia sungguh-sungguh melihat, yaitu dia dan suaminya telanjang, berdosa. Kadang bisa dipikirkan bahwa dosa membuat manusia tahu siapakah dirinya, yaitu dia yang berdosa. Dan justru dalam keadaan telanjang itu, yang tanpa tahu harus bagaimana mendapatkan pakaian kalau bukan Allah yang memberikan pakaian dari kulit binatang untuk kita manusia (Kej 3:8). Dengan ini manusia tahu bahwa betapa kasih Allah itu tidak bisa dihalangi dengan suatu perbuatan dosa. Allah selalu lebih menunjukkan kasih-Nya. Sebenarnya, bahwa mata manusia yang terbuka akibat dosa, terarah pada hal ini, bahwa matanya terbuka untuk lebih jelas mengetahui yang baik dan yang jahat. Kembali pada suatu keputusan, kita mau memilih yang mana?. Dengan menjunjung kebebasan kita, di hadapan harapan Allah yang setiap saat memanggil manusia itu.
Dalam hal ini, bisa dipahami bahwa pertentangan antara manusia dan iblis terjadi sepanjang hidup. Kelemahan manusia di hadapan godaan ditunjukkan sejak awal hidupnya. Dan ketaatan manusia sejati ditunjukkan oleh Kristus sendiri yang taat pada perintah Bapa. Sejak Dia dibaptis, kekuatan-Nya melawan godaan ditunjukkan sampai pada kematian-Nya, Dia tetap taat, dan tidak sedikit pun lemah di hadapan godaan para pasukan yang hendak menurunkan-Nya. Tawaran yang sama disampaikan oleh mereka, Jika Engkau Anak Allah turunlah dari salib, mau menunjukkan betapa kuatnya godaan itu bagi Kristus dan juga bagi para pengikut-Nya.
Lalu bagaimana menghadapi godaan itu sesungguhnya? Tingkat godaan bagi setiap orang tentu saja berbeda. Namun tidak ada cara lain untuk menghadapinya yakni dengan menolaknya. Yesus tidak menunjukkan sedikit cela menerima tawaran iblis. Jangan pernah berpikir, bahwa dalam mengalami godaan, kita akan mengalami tingkatan godaan seperti yang dialami Kristus. Kita dituntut untuk belajar menyikapi datangnya godaan dengan cara Kristus yakni dengan jelas menolak.
Kembali untuk merenungkan bagaimana perjumpaan dengan Allah dalam menjalani masa Prapaskah ini, kita diberi kesempatan untuk masuk dalam perjumpaan dengan Allah melalui jalan pantang dan puasa. Kita terlibat membentuk kembali diri kita dengan aksi pantang dan puasa sambil mengharapkan kemenangan akan godaan terlena dalam dunia. Maka sepanjang masa Prapaskah ini, kita membangun fondasi hidup dengan menikmati sabda Allah sebagai ganti roti. Ajakan konkret tentu saja dimulai dari diri kita sendiri, karena yang pertama menantang kita dijalan menuju kemenangan yang jaya itu adalah godaan itu sendiri. Buah dari usaha kita tentu saja suatu sukacita, sama seperti sukacita kebangkitan, yang mampu melupakan penderitaan dan kebimbangan yang pernah dialami. Dengan ini kita menjadi manusia baru yang telah mengalami kekalahan dan juga kita mengalami kemenangan karena ketaatan Kristus sehingga kita menjadi manusia yang dilimpahi oleh kasih karunia Allah dan karunia-Nya (Rom 5:15).
Fr. Yohanes Morgany, SX