RENUNGAN MINGGU BIASA XXVI
“Allah tidak membenci orang kaya, tapi mungkin cara hidup yang bersifat egosentris itulah yang ingin Dia hapuskan agar kita menjadi manusia Allah yang sejati.”
Minggu ini, Gereja hendak berbicara tentang kasih kepada kita melalui kisah yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Di dalam bacaan Injil dikisahkan perjalanan Lazarus dan Si Kaya. Kisah ini menceritakan perjalanan yang memang terlihat singkat namun isinya bisa memberikan arti yang cukup banyak dan mendalam kepada kita. Dari kisah ini, mungkin saja di antara kita banyak yang menilai bahwa Si Kaya itu sungguh keterlaluan. Dia membiarkan Lazarus terlantar di hadapannya sedang dia tengah menikmati kekayaan yang dia miliki itu. Jika Anda berada di posisi Si Kaya, apakah Anda akan sedemikian tega melihat sesama Anda manusia terlantar dan boroknya dijilati anjing.?
Kisah ini menarik karena sampai saat ini pesan kemanusiaan yang ditawarkan masih sangat relevan. Pesan ini menjadi lawan yang paling setara jika dihadapkan dengan keadaan dunia sekarang. Dalam renungan ini tak disertakan contoh konkret supaya masing-masing kita sadar dan mulai mencari kalau-kalau kita pun termasuk di dalamnya. Cukup banyak tindakan yang jika kita sangkut pautkan dengan kisah ini semakin membuat kita masuk dalam refleksi pribadi per pribadi. Baiklah jika ajakan ini mampu membawa kita pada kesadaran masing-masing yang akan berbuah dalam tindakan nyata. Jika memang percuma, tanpa ada tindakan nyata, maka bisa dikatakan problem ini masih dalam taraf pengerjaan yang membutuhkan Roh Kudus.
Jika kita kembali lagi pada kisah Lazarus dan Si Kaya itu, kita juga bisa melihat adanya perbedaan yang dipakai Yesus untuk menjelaskan dua tokoh tersebut. Dengan spesifik, Yesus menyebutkan nama Si Miskin namun tidak demikian dengan Si Kaya. Apakah ini ingin mengatakan bahwa ada relasi yang khusus antara Allah dengan orang miskin.? Apakah orang kaya tak mendapatkan perhatian dari Allah.? Merujuk pada kisah ini, kita dapat melihat orang kaya seperti apa yang ingin dikritik oleh Yesus, yaitu mereka yang senantiasa bersukaria atas kemewahan mereka. Dalam konteks zaman itu, bisa jadi Dia mengkritik orang-orang Farisi atau para ahli Taurat yang tak mau menjangkau orang-orang kecil di dekatnya. Jadi, Yesus ingin mengkritik sikap ego kita yang sering kali menjadi penghambat tuk mengasihi sesama.
Dalam bacaan pertama, Nabi Amos sangat tegas menegur orang-orang yang ber-ego tinggi. Mereka bersenang-senang hanya untuk diri mereka sendiri. Bernyanyi, berpesta, minum dan makan, semuanya hanya untuk kepuasan diri sendiri. “Celakalah mereka, sebab mereka akan pergi sebagai buangan (Bdk. Am 6;1a,4-7).” Memang, kita tidak tinggal lagi pada zaman itu namun apakah teguran itu tidak mengena pada kita yang justru semakin menindas kaum kecil dengan tindakan-tindakan kita di zaman ini seperti konsumerisme dan hedonisme.? Seharusnya kita sadar bahwa kita diciptakan untuk mengasih Allah melalui sesama kita.
Untuk itu, mungkin baik jika kita mengikuti apa yang menjadi saran santo Paulus dalam suratnya kepada Timotius. “Hai engkau, manusia Allah, jauhilah semua kejahatan, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan (1 Tim 6:11).” Bukan tidak mungkin kita akan jatuh pada kesalahan yang sama dengan membiarkan Lazarus yang lain terlantar. Waktu akan berputar sangat cepat dan jangan lagi memperlambat langkah untuk mengulurkan tangan bagi mereka yang sungguh membutuhkannya. Banyak Lazarus lain yang membutuhkan kasih kita. Pertama-tama mulailah dengan menyentuh mereka yang berada paling dekat dengan Anda. Ingat, Allah tidak membenci orang kaya, tapi mungkin cara hidup yang bersifat egosentris itulah yang ingin Dia hapuskan agar kita menjadi “manusia Allah yang sejati”.
Saudara-i seiman, marilah kita mengasihi mereka yang diistimewakan dalam Kerajaan Allah yaitu mereka yang miskin, lemah, tersingkir dari masyarakat dan mereka yang menjadi korban ketidakadilan-penindasan. Marilah kita membiarkan si Lazarus itu masuk dan menikmati kelimpahan rahmat yang telah kita terima dari Allah.
Fr. Friwandi Nainggolan