Kasih Membangun Dunia Menjadi Satu Keluarga

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

By: Fr. Evansius Abi, SX
           Dalam perjalanan hidupku, tak pernah kubayangkan bahwa suatu saat aku akan dapat merasakan indahnya berelasi dengan orang yang berbeda agama denganku. Saat masih berada di daerah asalku (Kefa-NTT), aku tidak memahami atau pun mengenal agama lain secara dekat, terutama agama Islam. Hal ini terjadi karena aku hidup dalam masyarakat yang mayoritas beragama Katolik. Kesempatan untuk  mengenal agama lain secara lebih mendalam baru aku alami ketika menjadi anggota Serikat Xaverian di Jogjakarta. Secara khusus pengalaman menjalani live-in selama sebulan di Panti Asuhan St. Thomas Ngawen Gunung Kidul dan di Panti Tuna Grahita Pakem, Kaliurang-Yogyakarta membuat aku semakin mengenal agama lain secara konkret dan mendalam.Dua pengalaman live-in tersebut memberikan hal yang baru dalam kehidupanku. Aku merasakan adanya suatu keindahan dalam relasi de- ngan mereka yang berbeda denganku. Ketika yang ada dalam pikiran hanyalah mencintai dan mengasihi, semua sekat perbedaan akan terlampaui. Bagiku dua pengalaman kecil di Yogyakarta tersebut, menumbuhkan  sikap keterbukaan dan rasa cinta pada sesama yang berbeda agama, sebagai satu saudara.
            Aku menjadi sadar bahwa Tuhan telah memanggilku secara khusus melalui Serikat Xaverian untuk mempersembahkan diri bagi-Nya dengan mengasihi mereka yang berbeda iman denganku.Dalam perjalanan panggilanku hingga saat ini, ada kebahagiaan mendalam yang kurasakan ketika menjalin relasi dengan teman-teman beragama lain. Pada tahap pendidikan Pranovisiat dan Novisiat di Bintaro, Tangerang. Aku merasakan rasa cinta itu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini aku rasakan ketika mendapat kesempatan untuk live-in di Cilinc- ing. Di sana aku tidak merasakan adanya perbedaan, tetapi hanyalah per- satuan dalam cinta dan perhatian. Setiap hari kami saling menyapa, ber- cerita dan bercanda, tidak ada hal yang membuat kami saling curiga dan memusuhi hanya karena aku berbeda agama dengan mereka.

          Ada sebuah pengalaman kecil yang sangat menyentuh hatiku saat itu. Pada suatu pagi aku hendak berjalan-jalan menyusuri pesisir pantai Cilincing. Dalam perjalanan menuju pesisir pantai itu, aku harus melewati sekelompok orang. Awalnya aku merasa kurang nyaman karena mereka sepertinya menatapku dengan wajah yang kurang bersahabat. Spontan aku memberi senyuman tanda persahataban dan ternyata ada respon positif dari mereka. Sewaktu aku lewat di tengah-tengah mereka ada yang berbisik, “Coba lihat wajahnya mirip seperti Obama, Presiden Amerika Seri- kat”. Serentak kuberbalik saat itu, memberi senyuman, dan meng-acung- kan jempolku pada mereka. Mereka serentak tertawa kegirangan. Suasana lalu menjadi cair. Pengalaman kecil ini kemudian membuat kami bersaha- bat dan sangat akrab satu sama lain. Aku sungguh-sungguh terharu saat itu dan merefleksikan bahwa hanya dalam kerendahan hati, kita dapat me- mancarkan kasih yang nyata dalam situasi konkret yang kita hadapi.

         Dalam tahap pendidikanku  saat ini ada kebahagiaan mendalam ketika berelasi dengan orang beragama lain. Melalui dialog antaragama yang diselenggarakan komunitas kami setiap bulan, aku semakin menger- ti indahnya hidup dalam keragaman. Aku tidak dapat menyebutkan satu persatu pengalaman yang kualami karena begitu banyak. Semua penga- laman itu menyampaikan sebuah kesan bahwa kasih itu memang terasa indah dalam perbedaan. Aku ingin mengungkapkan rasa kekagumanku kepada Pastor Matteo, rektor kami, yang selalu memberi semangat dan mendorong kami para frater untuk menghidupi semangat dasar St. Guido Maria Conforti dalam mencintai mereka yang belum mengenal Yesus dan menjadikan dunia satu keluarga.  Bertolak dari dorongan dan semangat inilah kemudian aku menemukan dan mengalami keindahan itu. Hal itu pula membuatku terharu dan bahagia sebagai seorang anggota Xaverian yang terpanggil untuk misi suci itu.

         Bagiku, hanya dalam relasi kasih kita dapat membangun keinda- han dalam perbedaan. Moto St. Conforti untuk menjadikan dunia satu keluarga sebenarnya memberi pendasaran bagi relasi kasih itu. Dengan menciptakan relasi kasih dalam perbedaan, kita dengan sendirinya men- ciptakan dunia menjadi satu keluarga. Dengan demikian, perbedaan yang ada tidak menjadi alasan bagi kita sebagai pengikut Kristus untuk tidak mengasihi. Sebaliknya, kita justru  harus  mengasihi karena kita semua adalah satu keluarga yang lahir dan bertumbuh dalam kasih Tuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: