Ada sebuah pengalaman kecil yang sangat menyentuh hatiku saat itu. Pada suatu pagi aku hendak berjalan-jalan menyusuri pesisir pantai Cilincing. Dalam perjalanan menuju pesisir pantai itu, aku harus melewati sekelompok orang. Awalnya aku merasa kurang nyaman karena mereka sepertinya menatapku dengan wajah yang kurang bersahabat. Spontan aku memberi senyuman tanda persahataban dan ternyata ada respon positif dari mereka. Sewaktu aku lewat di tengah-tengah mereka ada yang berbisik, “Coba lihat wajahnya mirip seperti Obama, Presiden Amerika Seri- kat”. Serentak kuberbalik saat itu, memberi senyuman, dan meng-acung- kan jempolku pada mereka. Mereka serentak tertawa kegirangan. Suasana lalu menjadi cair. Pengalaman kecil ini kemudian membuat kami bersaha- bat dan sangat akrab satu sama lain. Aku sungguh-sungguh terharu saat itu dan merefleksikan bahwa hanya dalam kerendahan hati, kita dapat me- mancarkan kasih yang nyata dalam situasi konkret yang kita hadapi.
Dalam tahap pendidikanku saat ini ada kebahagiaan mendalam ketika berelasi dengan orang beragama lain. Melalui dialog antaragama yang diselenggarakan komunitas kami setiap bulan, aku semakin menger- ti indahnya hidup dalam keragaman. Aku tidak dapat menyebutkan satu persatu pengalaman yang kualami karena begitu banyak. Semua penga- laman itu menyampaikan sebuah kesan bahwa kasih itu memang terasa indah dalam perbedaan. Aku ingin mengungkapkan rasa kekagumanku kepada Pastor Matteo, rektor kami, yang selalu memberi semangat dan mendorong kami para frater untuk menghidupi semangat dasar St. Guido Maria Conforti dalam mencintai mereka yang belum mengenal Yesus dan menjadikan dunia satu keluarga. Bertolak dari dorongan dan semangat inilah kemudian aku menemukan dan mengalami keindahan itu. Hal itu pula membuatku terharu dan bahagia sebagai seorang anggota Xaverian yang terpanggil untuk misi suci itu.
Bagiku, hanya dalam relasi kasih kita dapat membangun keinda- han dalam perbedaan. Moto St. Conforti untuk menjadikan dunia satu keluarga sebenarnya memberi pendasaran bagi relasi kasih itu. Dengan menciptakan relasi kasih dalam perbedaan, kita dengan sendirinya men- ciptakan dunia menjadi satu keluarga. Dengan demikian, perbedaan yang ada tidak menjadi alasan bagi kita sebagai pengikut Kristus untuk tidak mengasihi. Sebaliknya, kita justru harus mengasihi karena kita semua adalah satu keluarga yang lahir dan bertumbuh dalam kasih Tuhan.