St. Conforti: Misi itu Semata-mata Desakan Kasih Kristus

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

St.  Conforti: Misi  itu Semata-mata Desakan Kasih Kristus

Banyak orang di dunia  sudah dan sedang  bermisi  sampai sekarang.   Dengan caranya masing-masing, mereka  melakukan  apa saja  demi misi. Ada orang yang  meninggalkan  harta, keluarga dan juga tanah airnya,  pergi ke luar negeri untuk  bermisi.  Ketika melihat kenyataan seperti ini, kesan pertama adalah, bahwa misi itu  menjawab persoalan  atau membantu orang yang miskin, membangun sekolah, atau lembaga bantuan tertentu untuk orang miskin.

Hal yang menarik  untuk     ditanyakan adalah dari mana suatu desakan pelayanan atau pewartaan itu ada? dan kenapa terjadi dalam diri sebagian kecil orang?  Sehingga ada orang  yang merelakan apa yang dia miliki demi  orang lain.  St.  Guido Maria Conforti telah merefleksikannya  hal itu dalam hidupnya, bahwa  sungguh misi itu terjadi karena  ada suatu desakan Kasih Kristus dari dalam diri seseorang  yang membuatnya pergi dan meninggalkan  apa yang dia miliki. Dia pergi kepada orang-orang yang belum mengenal  Kasih itu dan menawarkannya kepada mereka, kasih Allah yang terjadi dalam   St.  Guido Maria Conforti mengutip perkataan Rasul Paulus,  “Charitas Christi Urget Nos,” 2 Kor 5:14, yang dijadikannya sebagai   semboyan bagi Serikat Misionaris Xaverian .

Dengan ini misi itu mencakup  pengalaman akan  Kasih  seseorang,   yang mengandung desakan dari dalam dirinya,  dan  membuatnya pergi mewartakan   kasih itu  kepada orang lain yang belum  mengenal kasih itu. Dalam bahasa  St. Conforti;    sasaran pewartaan   adalah orang-orang  yang bukan Kristiani, Konst, no. 2.

Di mana   misi terjadi  di situ ada  Kerajaan Allah  yang dibangun. Kekekalan sabda  yang   diwartakan akan tinggal abadi  di mana  ia bersemayam. Maka konsep tentang  sabda Allah yang  diwartakan itu, berlaku  dalam segala tuntutan zaman. Tuntutan zaman bisa saja berbeda, namun   pengaruh misi tetap saja  tidak bisa dilampaui oleh zaman. Demikianlah hakekat pewarta  sabda dilukiskan  yaitu identitas sebagai garam dan terang dunia, yang justru mempengaruhi dunia dan  memberi terang kepada  zaman, bahwa Kristuslah   terang sejati itu.

Kepada para misionaris yang diutusnya  ke negeri Cina, Conforti  mengungkapkan bahwa hanya semata-mata  kasih Kristuslah yang mendesak kalian untuk  pergi. Desakan untuk  mewartakan kasih  menyadarkan mereka   bahwa memang demikianlah misi itu terjadi bukan karena suatu desakan yang tergantung pada kebutuhan umat,  namun lebih pada seluruh pengalaman akan Allah yang mendesak mereka  pergi. Inilah dasar dan sekaligus ukuran dalam bermisi.

Conforti menulis   demikian  kepada para misionarisnya yang diutus ke Cina:  “Cinta kasih Yesus Kristus mendorong kalian untuk mengurbankan   diri seutuhnya, kalian pada hari ini  dengan nyata mengatakan; Charitas Christi Urget Nos. kalian terdorong  oleh teladan Dia yang  telah menyerahkan  diri sehabis-habisnya bagi kita  (Tradidit semet ipsum  pro nobis) dan memerintahkan kita untuk mengasihi sesama seperti Dia mengasihi kita  (sicut dilexi vos). Kalian terdorong bukan karena  ingin mencari nama,  mancari harta duniawi, karena ingin melihat negara-negara baru,  bangsa-bangsa dan kebudayaan baru. Charitas Christi  Urget Nos.  Itulah  kata sandi kalian, memperoleh bagi semua orang  Kristus  dengan kuasa  dan wibawa pesan keyakinan dan dengan pesona cinta kasih.”

Dalam  pesan ini, Conforti  terus menekankan     mengenai misi,  yang dengan jelas adalah  terjadi  karena desakan cinta kasih Kristus yang telah  mengorbankan seluruh dirinya demi misi. Hal lain adalah Conforti menekankan tujuan misi itu bukan suatu  keindahan dunia dimana  misionaris di  utus,  namun mengenai    desakan untuk menawarkan kepada  orang-orang pesona cinta kasih, yakni Kristus sendiri.

Desakan kasih  yang membuat orang pergi mewartakan kristus bukanlah  berarti mengesampingkan   tanggapan  terhadap kebutuhan umat Allah. Justru dalam menanggapi  ini, seorang misionaris  dituntut menemukan Kasih   dalam segala hal. Karena memang demikianlah kegiatan seorang misionaris, yakni   melakukan segalanya  dalam terang Kristus. Nuansa kasih menyelimuti segala pekerjaannya sehingga dalam segalanya dia  tetap bersatu  dengan Kritus.

Para kudus, juga  menjadi teladan Conforti dalam membentuk para  Xaverian. Status pewarta    yang melanjutkan pewartaan  para rasul sesuai dengan amanat agung, “Pergilah ke seluruh dunia dan wartakan-lah Injil ke segala   makhluk” menjadi pegangan dan juga  desakan  Kristus kepada mereka untuk pergi. Pengabdian terhadap misi adalah  prioritas  bagi para Misionaris Xaverian. Hidup bukan lagi untuk diri sendiri melainkan demi misi  yang terjadi dalam perjumpaan dengan orang-orang orang yang bukan kristiani. Dan pengabdian itu sifatnya abadi. Suatu pengorbanan yang hanya bisa dimengerti    karena ada dasarnya  yakni kesatuan yang mesra dengan Kristus,  dan sampai pada pengakuan bahwa bukan aku lagi yang  hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam aku……

Hidup seperti ini sudah dialami oleh Conforti  sepanjang hidupnya.   Perjumpaan-nya yang mesra dengan Kristus sejak kecil, Guido kecil  mulai  mengarahkan seluruh hidupnya  pada  dan demi Kristus. Pengalaman  yang  diungkapkannya  dengan  kata-kata, “aku memandang  Dia dan Dia memandang aku, dan dia mengatakan banyak hal kepadaku” adalah   gambaran suatu pengalaman  perjumpaan yang mistik dengan Yang Ilahi. Sulit disangkal, bahwa pengalaman ini menjadi dasar dan bahkan terus diulang   Conforti dalam hidupnya. Dia sering berdoa     berjam-jam  di hadapan Kristus yang tersalib.  Pengalaman  inilah yang justru dia  wariskan kepada para misionaris-nya yang  pergi mewartakan  Kasih Allah kepada  segala bangsa. Demikianlah tuntutan bagi seorang Xaverian  untuk terus menggali  dari sumber  Ilahi dalam pewartaan.

Menjadi misionaris-religius  menurut Conforti adalah kehidupan yang  paling sempurna yang bisa dibayangkan. Hemat saya,  selain  dipandang sebagai cara  hidup yang sempurna, Conforti juga mengingatkan bahwa  betapa radikalnya hidup  seperti ini. Identitas   sebagai seorang misionaris-religius ini tentu punya cara dalam menghadapi tantangan dan  dunia baru.   Pewartaan yang kreatif dituntut oleh zaman bagi seorang  misionaris. Kasih yang disampaikan itu diusahakan dengan cara yang kreatif. Dalam   hal ini, kreatif   berarti tidak  mengabaikan isi pewartaan yakni kasih Allah dalam diri Kristus yang tersalib dan bangkit.

Dalam sejarah serikat, Conforti menggunakan teknologi dalam pewartaan, melalui pembuatan film-film  animasi yang dipertunjukkan di setiap paroki. Suatu  upaya yang kreatif  dalam meluaskan pewartaan   Kerajaan Allah. Hal ini terjadi dimana pada zamannya manusia  agak   pesimis dan juga menganggap  teknologi  belum  diterima secara bebas dijadikan sarana pewartaan. Dalam hal inilah  para Xaverian  terus didorong   oleh semangat Conforti dengan menggunakan alat-alat teknologi sebagai sarana pewartaan di dunia modern demi misi.

Lalu bagaimana Kasih itu di hadapan tantangan. Bagi seorang misionaris tantangan dalam bemisi  adalah bagian dari  pewartaan.  Dasar yang dijadikan teladan adalah Kristus sendiri. St. Conforti  mengungkapkan kepada misionaris-nya bahwa Kristus yang tersalib merupakan kekuatan dalam bermisi. Dari  Dia yang telah mencurahkan darah Nya  demi manusia,  itulah  rahmat yang selalu   menjadi kekuatan. Rahmat Ilahi inilah yang  merubah ketakberdayan kodrat menjadi maha kuasa dan melampaui segala pencobaan. Maka benarlah bahwa Kasih yang mendesak untuk pergi  mewartakan itu tidaklah akan  lenyap dari kehidupan seorang misionaris dan bahkan menjadi kekuatan dalam bermisi. Dengan keyakinan besar ada pengharapan karena Dia yang memanggil kamu adalah setia,  dan Dia juga akan menggenapinya, 1 Tes, 5:24.

Fr. Yohanes Morgani SX

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: