MENIMBAH SEMANGAT HIDUP KONTEMPLASI DARI SANG PENDIRI

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

MENIMBAH SEMANGAT HIDUP KONTEMPLASI DARI SANG PENDIRI

Tulisan ini merupakan ulasan singkat kisah Hidup Santo Guido Maria Conforti yang dilihat dari segi hidup kontemplasinya. Begitu banyak hal yang menarik dan mengesan ada dalam figur St. Conforti. Aku bukannya mengabaikan hal yang lain itu. Dalam tulisan ini, saya membatasi diri dengan hanya mengulas dan merefleksikan hidup kontemplatifnya. Sebab, saya melihat bahwa hidup kontemplasi, dalam hal ini pada Kristus yang tersalib, inilah yang menjadi fondasi dalam hidup, panggilan dan karya misionernya. Pengalaman hidup Guido ini kiranya akan memberikan spirit pada tugas pelayanan kita, entah sebagai kaum religius maupun sebagai awam.

Cikal Bakal Hidup Kontemplatifnya

Guido Maria Conforti adalah seorang pribadi yang memiliki semangat kontemplasi yang tinggi. Sejak masa kecil ia sudah mendapatkan pembinaan rohani yang cukup dari kedua orang tuanya; Ibu Antonia dan bapak Rinaldo. Kedua orang tuanya adalah tergolong dalam orang yang saleh. Setiap malam ibu bersama keluarganya berdoa rosariao.Nah, dari situlah sedikit demi sedikit semangat doa Guido terpupuk.

Lalu, saat ia berada di sekolah dasar di Parma, Ibu Dorothea Maini* tidak hanya  memenuhi kebutuhan fisiknya, melainkan juga dalam kepenuhan hidup rohaninya. Ibu Dorothea selalu mengajaknya untuk berdoa dan pergi ke gereja. Ada sesuatu yang misterius terjadi pada diri Guido kecil. Sebuah salib Yesus terletak di atas altar di Gereja Perdamaian sungguh memesona hatinya. Salib itu seolah-olah menjadi closefriendnya yang sedang bercakap-cakap. Ia berlutut sambil memandang salib itu – bukan dalam waktu relatif singkat tetapi bisa sampai seharian penuh dan bahkan kelupaan pulang ke rumah. Dari salib itu ia merasakan bagaimana kedekatannya dengan Yesus: Ia memandang aku dan aku memandang Dia, Dia mengatakan banyak hal kepadaku. Tentu, pengalaman seperti ini menimbulkan teka – teki bagi saya dan mungkin bagi kita semua “ada sih yang ada di dalam diri Guido?” Namun yang pasti bahwa pengalaman ini membuatnya semakin dekat dengan Kristus.

Sebagai Seorang Seminaris

Tatapan Kristus yang tersalib meyakinkan dirinya bahwa Allah sungguh memanggilnya untuk bekerja di ladang Tuhan. Sebagai seorang seminaris muda Guido menampakkan semua sifat yang menjadikannya dikenal sebagai seorang yang bijaksana, saleh, bersahabat. Di mana dia adalah orang yang tekun, rajin berdoa. Dan itulah salah satu hobinya.

Hawa dingin di Seminari turut merugikan kesehatan Guido. Namun, ia tetap semangat dan kasih Allah tidak dipengaruhi oleh keadaan itu. Ada sebuah nasihat yang selalu ia ingat dari Pater Andrea Ferarri * dan juga tercatat dalam buku catatan hariannya:“aku akan selalu menjaga hatiku hening dan  sekurang-kurangnya tiap tiga puluh menit aku berdoa kepada Tuhan.”                         

Sikapnya yang tenang, kesalehan-nya yang mendalam mengesan di hati teman-temannya dan setiap orang yang berhubungan dengannya. Dalam sebuah retret Pater Barttapelle menyinggung tentang dia, katanya:” ada seorang di antara kalian yang berkat perilakunya yang istimewa telah meninggalkan kesan yang sedemikian mendalam pada diri seseorang sehingga menyebabkannya menghargai gagasan rohani dan membuatnya bertobat penuh kepada Tuhan.” Tidaklah mengherankan bahwa mereka memandangnya “Santo Guido Kecil.”

Biarkanlah cinta Tuhan yang bekerja

Pengalaman akan hidup kontemplasi terus tumbuh dan berkembang dalam diri Guido. Dia merasakan suatu kedekatan (Intimacy) pada Kristus yang tersalib. Oleh karenanya, Ia selalu memberikan kesempatan untuk bisa bercakap-cakap dengan-Nya. Ia selalu membuka hati akan rahmat Tuhan. Dia juga dikarunia penyakit aneh. Selama beberapa kali dia jatuh pingsan. Hari-hari menjelang pentahbisan Imamat-nya, lagi-lagi penyakit itu menjemput dirinya. Dengan begitu, uskup setempat memutuskan untuk membatalkan tahbisan imamatnya. Penyakit itu memang menjadi panghalang baginya. Namun, ia tetap berpasrah pada Tuhan. Buktinya saja bahwa dia selalu berdoa. Karena dalam doalah ia memperoleh kekuatan. Biarkan Tuhan sendiri yang bekerja. Dan dia yakin bahwa Tuhan mempunyai rencana yang terindah buatnya.

Lalu, Guido merasa perlu berziarah ke Gereja Bunda Maria di Fontanellato dan di Bolgna. “Aku yakin pasti Bunda Maria akan menyembuhkan aku.”  Keyakinannya itu terbukti. Bunda Maria benar-benar mengurapi dan membuat ia sembuh. Iman yang penuh dengan keyakinan akan membawakan sesuatu yang indah. Itulah yang dialami oleh Guido. Di situlah letaknya juga kekuatan doa/kontemplasi. Tentu pengalaman-pengalaman seperti ini membuatnya untuk semakin terbuka pada penyelenggaraan kasih ilahi (God  Providences).

Berkat rahmat Bunda Maria dan Yesus sendiri Ia ditahbiskan menjadi imam projo pada usia yang relatif muda 23 tahun. Pengalaman akan hidup kontemplasi-nya semakin terus membara dalam dirinya. Di mana dia menyadari bahwa Tuhan adalah pokok hidupnya. Tugas-tugas yang diembannya semakin banyak; sebagai dosen di seminari, tugas-tugas pastoral  bahkan dimintai untuk masuk dalam Badan Penasehat Uskup. Di tengah segala kesibukan itu, ia tidak lupa akan kebaikan Allah. Ia selalu memberikan waktu untuk menimba kekuatan dan inspirasi baru dari sang Khalik dalam doa.

Dalam doa ia menemukan rencana Allah atas dirinya. Ia mampu mendirikan sebuah Serikat Misioner untuk pewartaan di seluruh dunia, meskipun dia adalah seorang imam projo apalagi masih muda. Itu berarti bahwa ada campur tangan Allah dalam rencana yang ia rancangkan itu. Ia memusatkan seluruh dirinya pada kehendak Allah. Allahlah yang menjadi segala-galanya.

Satu gembala, dua kawanan

Doa atau kontemplasi adalah sebagai basic dalam tugas penggembalaan Mgr.Conforti. Tugasnya semakain berat (sebagai Uskup Agung Ravenna, lalu Uskup Parma). Satu gembala menangani dua kawanan. Yang Pertama adalah umat yang ada di keuskupannya dan yang kedua adalah para misionarisnya. Secara manusiawi hal semacam itu menimbulkan suatu keraguan. Apakah Mgr. Guido sanggup untuk memberi pelayanan pada kedua kawanan itu? Dia juga rentan mengalami gangguan fisik. Dan mungkin keadaan seperti ini membuat dia terhalang untuk melayani umatnya. Ternyata dia masih mampu menjalani tugas yang begitu banyak. Mungkin bagi kita hal itu suatu yang aneh. Namun itulah yang terjadi pada diri Mgr. Guido. Mgr. Yohanes Cazzani, uskup Cremonna mengajukan pertanyaan yang serupa dengan pernyataan di atas saat upacara pemakaman Mgr. Conforti, bagaimanakah ia dapat melaksanakan kegiatan  yang begitu padat? Ia menjawab sendiri, ”Rahasianya, sumber misterius dan pemberi daya untuk seluruh karyanya yang mengagumkan sebagai rasul dan gembala jiwa-jiwa adalah iman yang hidup dan teguh, penyerahan diri tanpa keraguan kepada penyelenggaraan ilahi (God Providence) dan cinta kasih tanpa batas. Semua itu ditunjang oleh kesalehan yang berkobar, devosi yang dalam dan penuh kasih kepada Kristus yang tersalib dan Sakramen Maha Kudus (Christ is all an in all) serta kepada Ibunya Perawan Maria. Dengan demikian, pantas dan layaklah Mgr. Conforti masuk dalam barisan para kudus di Surga.

Akhir Kata

Pengalaman hidup kontemplasi dari Mgr. Conforti menjadi inspirasi bagi kita dalam menjalankan karya kerasulan. Doa memberikan kekuatan ( power)  dan semangat  untuk tugas pewartaan kita. Karena dalam doa kita bisa menemukan pribadi Kristus yang sesungguhnya. Bagi Guido karya kerasulan adalah suatu moment kontemplatif; kontemplasi karya Allah yang sedang berlangsung dalam sejarah rencana-rencananya yang terungkap dalam kejadian sehari-hari (Konst. 44). Apalagi, bagi seorang Xaverian bahwa tugas kerasulan merupakan tempat persatuan yang biasa dengan Allah (Konst.63). Oleh karena itu, marilah kita menanamkan semangat kontemplasi itu dalam diri kita, dalam kerasulan dan dalam studi kita.

 Fr. Bonavantura Kardi SX

 


* Ibo Dorotea Maini adalah teman dari Ibu Antronia (Ibunya Gudo). Ia tinggal di Parma.

* Rektornya Guido di Seminari Menengah Parma.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: