“Kemampuan untuk melihat Allah, mencari Allah, dan mengasihi Allah dalam segala sesuatu menajamkan hasrat kita untuk menyebarluaskan Kerajaan Allah”.
Melalui kutipan singkat dari surat wasiat Bapa Pendiri, seperti yang tertulis di atas, menjadi jelas bagi kita semua bahwa yang menjadi tujuan dari tindakan melihat, mencari, dan mengasihi ialah pribadi Allah sendiri. Allah yang dijumpai di dalam seluruh kenyataan alam semesta ini. Santo Conforti menjadikan sikap ini sebagai penyemangat bagi seorang misionaris dalam mewartakan Kabar Gembira ke seluruh penjuru dunia.
Kemampuan untuk melihat, mencari, dan mengasihi Allah di dalam segalanya menyiratkan kesan bahwa mata sang rasul tidak lagi melihat orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi melihat Kristus sendiri di dalam semua orang: In Omnibus Christus.
Perjumpaan “Conforti kecil” dengan Kristus yang tersalib menjadi pengalaman rohani yang membekas di dalam dirinya. Penglihatan batin akan pandangan Kristus yang penuh kasih terus memukau Santo Conforti. Kasih Kristus yang terungkap dalam kerelaan-Nya untuk mati di kayu salib demi penebusan dosa semua umat manusia. Kedekatan dengan Kristus yang tersalib membuat Santo Conforti menemukan semangat misionernya. Santo Conforti ingin agar semua orang dapat mengalami pribadi Kristus yang penuh kasih itu. Pengalaman merasa dikasihi oleh Kristus yang tersalib mendorong Santo Conforti untuk mewartakan kasih Kristus kepada semua orang.
Oleh Santo Conforti, desakan pewartaan itu dikhususkan bagi orang-orang yang belum mengenal Kristus. Santo Conforti menegaskan, “Karena pertobatan orang-orang kafir harus menjadi tujuan tunggal Serikat, maka semangat yang berkobar demi keselamatan jiwa-jiwa harus menjadi ciri khas para misionaris”. Sebuah kerinduan agar semua orang merasakan kasih Kristus yang dicurahkan melalui peristiwa salib.
Dalam mengembangkan tugas untuk mewartakan kasih Kristus kepada semua orang, seorang misionaris membekali dirinya dengan semangat iman yang hidup. Santo Conforti menyebut semangat iman yang hidup ini dengan melihat, mencari dan mengasihi Allah di dalam segalanya. Semangat iman yang hidup inilah yang memampukan seorang misionaris untuk mengenali wajah Kristus di tempat di mana ia diutus.
Santo Conforti menginginkan agar semangat iman yang hidup ini menjadi ciri khas bagi seorang misionaris. Sebab semangat ini menjadi daya kekuatan yang menggerakan hati seorang misionaris untuk menemukan Kristus di dalam segalanya. Dalam perjumpaan dengan orang-orang yang dilayani, tempat tugas yang baru, budaya yang baru, kebiasaan-kebiasaan yang baru, dan lain sebagainya, seorang misio-naris harus menyadari kehadiran Kristus di dalam “kebaruan” tersebut.
Melihat keterpukauan Santo Conforti akan pandangan Kristus yang penuh kasih dan gairah misionernya untuk mewartakan Kristus kepada semua orang, saya menyadari bahwa semua itu dapat terjadi karena Santo Conforti mempunyai kedekatan relasi dengan Kristus. Relasi yang mesra dengan Kristus ini tentu dibangun oleh Santo Conforti melalui doa. Inilah jalan yang ditunjukan oleh Santo Conforti untuk menghubungkan kehidupan doa dengan karya kerasulan. Bahwa doa menjadi sumber inspirasi bagi seorang misionaris dalam tugas pewartaannya.
Kisah hidup Santo Conforti memperlihatkan bahwa semangat misioner yang berkobar-kobar di dalam dirinya muncul dari kedekatan relasinya dengan Kristus. Sebagai seorang misionaris, saya harus mengalami terlebih dahulu kasih dari Kristus, sehingga isi dari pewartaan saya mempunyai makna bagi orang-orang yang saya layani. Sebab pewartaan saya berangkat dari pengalaman pribadi. Bukan melulu berupa teori yang dihasilkan dari proses belajar akademik.
Untuk bisa sampai pada tahap ini, Santo Conforti melalui pengalaman hidupnya memperlihatkan betapa pentingnya menjalin relasi dengan Kristus. Karya pewartaan harus ditopang dengan doa, sehingga seorang misionaris dapat menghindari sikap berlari percuma. Ia menyadari di-rinya sebagai alat yang digunakan oleh Tuhan untuk menyebarkuaskan Kerajaan-Nya di dunia ini. Oleh karena itu, keseimbangan di antara hi-dup doa dan karya kerasulan harus tetap dijaga oleh seorang misionaris.
Teladan yang diberikan oleh Santo Guido Conforti untuk melihat, mencari, dan mengasihi Allah di dalam segala sesuatu menyiratkan hasrat dan kerinduan yang mendalam bagi para misionarisnya untuk mampu menemukan Kristus di dalam segalanya. Suatu sema-ngat untuk memandang dunia sebagai satu keluarga di dalam Kristus.
(Fr. Febrianus Arianto Seran Fauk)