Renungan Mingguan XXV
Setiap orang memiliki kerinduan untuk hidup baik. Karena itu, ia selalu berusaha untuk berbuat baik bagi sesamanya atau lingkungan sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu memiliki kehendak atau hasrat yang selalu terarah pada kebaikan. Kehendak baik ini yang mendorong atau memotivasi suara hatinya untuk berbuat baik bagi dirinya sendiri. Namun, kehendak atau perbuatan baik yang ia kehendaki ini adalah perbuatan baik untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, yang menjadi masalah adalah kehendak baik yang menurutnya baik—untuk dirinya sendiri— belum tentu baik bagi orang lain. Artinya, dalam setiap pribadi manusia memiliki kehendak baik demi kepentingan dirinya sendiri. Inilah yang disebut tindakan egois—tindakan yang semata-sama demi kebaikan bagi dirinya sendiri. Misalnya, dalam sebuah komunitas ada seseorang yang begitu suka dengan makanan tertentu. Kesukaannya terhadap makan itu membuat ia tidak peduli apakah orang lain mendapat bagian makanan atau tidak. Yang paling penting adalah ia bisa makan dan membawa kebaikan bagi dirinya yakni perutnya kenyang.
Dalam bacaan injil hari ini, pesan Yesus tampaknya beralwanan dengan hasrat egois yang kita miliki. Yesus mengatakan: jika seorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dan pelayan bagi semuanya (bdk. Mrk. 9:35). Sabda Tuhan ini mau mengajak kita untuk mendahulukan atau mengutamakan kepentingan atau kebaikan orang lain. Ajakan ini sungguh berlawanan dengan kehendak kita yang selalu berhasrat untuk mengutamakan kebaikan bagi diri kita sendiri. Pesan Yesus ini tentu dengan alasan dari sebuah kesaksian dari keegoisan hidup kita sebagai manusia. Hidup egois tentu saja tidak membawa kedamaian. Yang ada hanyalah kekacauan karena setiap orang berjuang hidup bagi kepentingan dirinya sendiri. Karena itu, Yesus yang adalah Tuhan mengajak kita untuk bertindak demi kebaian orang lain. Inilah yang disebut rendah hati. Menjadi pribadi yang rendah hati adalah pribadi yang mampu mengorbankan kehendak baik untuk dirinya sendiri demi kebaikan bagi orang lain. Karena itu, sebelum kita mengambil keputusan—lewat suara hati—untuk berbuat baik dasar kehendak baik, kita harus bertanya terlebih dahulu apakah tindakan yang saya lakukan ini dapat mendatangkan kebaikan bagi diriku sendiri dan orang lain? Pertanyaan inilah yang hendak kita ajukan saat kita mau mengambil keputusan untuk bertindak. Sebagai orang orang beriman marilah kita memohon rahmat Tuhan agar kita semakin mampu untuk selalu mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang lain agar tercapai kehidupan bersama yang harmonis.
-Fr. Ferdinan Darson, SX