Renugan Mingguan XXIII

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Renugan Mingguan XXIII

Renungan Markus 7:31-37 (6 September 2024)

Bacaan Injil Markus 7:31-37 menceritakan tentang Yesus yang menyembuhkan seorang yang tuli dan gagap. Kisah ini bukan hanya sebuah peristiwa penyembuhan, tetapi juga mengandung makna mendalam yang bisa kita renungkan dalam kehidupan sehari-hari.  Kisah ini dimulai dengan Yesus meninggalkan daerah Tirus dan Sidon dan kembali ke wilayah Decapolis. Di sana, orang-orang membawa seorang orang yang tuli dan gagap kepada-Nya, dan memohon agar Yesus meletakkan tangan-Nya padanya.  Yesus, dalam tindakan penuh kasih dan perhatian, membawa orang itu ke samping, menjauh dari kerumunan. Hal ini menunjukkan betapa Yesus menghasihi dan memberikan perhatian kepada semua orang yang membutuhkan. Dia meletakkan jarinya di telinga orangitu, meludah dan menyentuh lidahnya, lalu mengarahkan pandangannya ke langit, menghela napas, dan berkata “Effata,” yang berarti “Jadilah terbuka.” Segera setelah itu, orang tersebut bisa mendengar dan berbicara dengan jelas.

Tindakan Yesus yang meletakkan jarinya di telinga dan lidah orang itu, serta mengarahkan pandangannya ke langit, mengandung makna simbolis. Tindakan ini mengisyaratkan bahwa penyembuhan tidak hanya datang dari kekuatan manusia, tetapi dari kuasa Tuhan. Yesus menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di bumi adalah bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar, dan bahwa segala sesuatu dikendalikan oleh-Nya. Perintah “Effata” atau “Jadilah terbuka” bukan hanya berlaku pada kondisi fisik orangitu, tetapi juga pada dimensi spiritual. Tuhan sering kali memanggil kita untuk membuka hati dan pikiran kita agar dapat menerima dan memahami kehendak-Nya dalam hidup kita. Ketika kita terbuka untuk mendengar dan memahami, kita bisa merasakan kehadiran Tuhan yang lebih dalam dan mengalami transformasi dalam hidup kita.

Kisah penyembuhan dalam injil hari ini mengajarkan kita pentingnya membangun relasi dan komunikasi yang mendalam dengan Tuhan. Ketidakmampuan mendengar dan berbicara adalah bentuk keterasingan, dan Yesus datang untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Dalam konteks komunitas kita, sering kali ada orang yang merasa terasing atau tidak didengar. Tindakan Yesus mendorong kita untuk menjadi pendengar yang baik dan untuk berusaha menjangkau mereka yang merasa terisolasi. Kita juga bisa melihat dalam kisah ini bahwa Yesus tidak takut untuk melakukan sesuatu dengan cara yang tidak lazim atau tidak dimengerti oleh orang-orang di sekeliling-Nya. Dia tidak terikat oleh norma sosial atau ekspektasi orang banyak. Hal ini mengajarkan kita untuk memiliki keberanian dalam mengikuti panggilan Tuhan, meskipun itu mungkin tampak berbeda dari apa yang diharapkan atau dipahami oleh masyarakat sekitar. Yesus menunjukkan kuasa ilahi-Nya melalui penyembuhan orangyang tuli dan gagap. Tindakan-Nya yang menyembuhkan secara fisik menggambarkan kekuatan-Nya yang berasal dari Allah. Hal ini menegaskan identitas-Nya sebagai Mesias dan Anak Allah, yang memiliki kuasa untuk mengatasi segala bentuk penderitaan dan keterbatasan manusia. Kisah ini menyoroti bahwa Tuhan tidak jauh dari penderitaan manusia. Yesus tidak hanya mengatasi masalah fisik, tetapi juga secara simbolis menjangkau mereka yang merasa terasing atau terputus dari komunikasi dengan dunia. Ini menunjukkan bahwa Tuhan hadir dalam setiap kondisi kehidupan manusia dan memahami setiap kebutuhan dan penderitaan kita.

Fr. Adrian SX

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.