Renungan Mingguan – Minggu Biasa XI
Suatu kesempatan saat sedang scrolling di Instagram, saya menemukan suatu reels yang sangat menarik. Reels yang berdurasi kurang lebih dua menitan itu mengisahkan tenteng seorang ayah bersama anaknya yang berumur sekitar tujuh tahun. Suatu hari keduanya pergi memancing di tengah lautan dengan menggunakan sebuah sampan kecil. Masing-masing dari mereka memegang alat pancingan dan menebarkannya ke lautan lepas dengan asa yang menggebu akan adanya hasil ikan yang akan mereka bawa pulang. Sang ayah_tak lama setelah menebarkan tali pancingan untuk pertama kali_ langsung mendapatkan ikan yang cukup besar dan langsung dimasukkannya ke dalam ember miliknya sendiri. Tak lama berselang, sang ayah kembali strike untuk kedua kalinya, kemudian setelah itu untuk ketiga kalinya, keempat kali…hingga akhirnya ember sang ayah penuh oleh ikan. Sementara si anak, hingga senja mulai menyingsing tak satupun ikan tertangkap oleh tali pancingannya. Rona wajah si anak tampak sangat sedih, hingga akhirnya tali pancingnya menunjukan tanda-tanda adanya pergerakan. Dengan sigap dan penuh antusias menarik tali pancingannya. Dan ternyata yang terpancing bukanlah ikan, melainkan sebuah botol kaca yang pada bagian penutupnya disumbat begitu rapat dengan sumbatan dari kayu. Si anak kecewa dan pulang dengan muka muram karena tak menghasilkan apapun hari itu.
Dalam perjalanan pulang, sampan mereka tak sengaja menabrak karang. Hal itu membuat sampan mereka mengalami kebocoran persis di bagian dasar sampan. Alhasil air laut masuk perlahan lewat lubang itu dan memenuhi sampan mereka hingga mulai tenggelam. Sang ayah dengan sekuat tenaga berusaha menguras air yang masuk ke dalam sampan secepat mungkin. Namun, makin lama makin terkuras tenaganya sementara air laut terus saja masuk. Mereka menjadi panik, daratan masih jauh dari titik mereka berhenti, mereka terhenti di tengah lautan dengan sampan yang perlahan mulai tenggelam. Hingga akhirnya si anak mengingat botol yang ia pancing tadi. Di bagian penutupnya ada sumbat dari kayu. Diambilnya sumbat dari kayu itu dan dipasangnya pada lubang kebocoran dari sampan mereka. Dan ternyata sumbat itu pas sekali untuk menambal kebocoran dalam sampan itu. Sampan mereka akhirnya tidak jadi tenggelam dan mereka dapat pulang dengan selamat.
Kisah itu bagi saya menarik dan cukup bersesuaian dengan injil hari ini. Penginjil Markus mengisahkan bagaimana biji sesawi yang adalah biji yang paling kecil, justru ketika tumbuh dan berkembang menjadi begitu besar dan membawa manfaat bagi ciptaan lain (burung-burung bersarang dalam naungannya). Dalam kisah reels yang saya ceritakan di atas, sumbat kayu yang kecil itu, yang awalnya sama sekali tidak diperhitungkan oleh sang ayah dan si anak itu, justru membawa manfaat yang sangat besar dalam apa yang mereka alami saat itu. Sumbat kayu itu sekalipun kecil tetapi menyelamatkan mereka dari maut. Maka dari bacaan injil hari ini, kita belajar bahwa hal kecil pun bisa menjadi berkat yang luar biasa untuk kita dan orang lain. Mungkin kita memiliki bakat yang kecil, talenta kecil ataupun keutamaan kecil yang ada pada diri kita. Sekecil apapun itu, mari kita persembahkan kepada Tuhan dan sesama, karena justru dari hal-hal kecil itulah muncul rahmat yang begitu besar dari Allah. Seringkali ketika melayani Tuhan kita mengatakan: Tuhan, aku tak punya sesuatu yang hebat atau besar untuk melayani-Mu dan sesama…kemudian kita jatuh dalam perasaan insecure. Injil hari ini meneguhkan kita bahwa justru dari hal-hal kecil, akan tumbuh dan berkembang suatu hal yang besar, yang justru memberi berkat berlimpah baik bagi kita sendiri maupun sesama. Jangan sepelekan hal-hal kecil, apapun itu yang ada dalam diri kita, sekecil apapun hal positif yang kita miliki, mari kita persembahkan untuk Tuhan. God Bless You.