Renungan Mingguan XXV – 24 September 2023

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Renungan Mingguan XXV – 24 September 2023

Becandyaa…bercandya…” mungkin memori kita masih sangat familiar dengan ungkapan tadi. Atau bahkan beberapa di antara kita sedang terkena syndrom bercandya tersebut. Memang ungkapan yang muncul dari seorang mahasiswi baru UGM bernama Abigail Manurung  (Gege) tersebut sedang viral di media sosial saat ini. Namun, saya mengajak kita untuk mundur sebentar dan berfokus pada salah satu jawaban dari teman si Gege ketika ditanyai Danang Giri Sadewa: berarti masuk UGM gampang atau susah? Statement yang muncul adalah ga tau…kita kan jalur hoki. Dan kemudian barulah muncul ungkapan bercandya yang membuat nama Gege melejit di kancah medsos masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.

 

Kata hoki barangkali sering muncul dalam kehidupan kita. Ketika tiba-tiba hal baik dan luar biasa menghampiri kehidupan kita, hoki dengan mudahnya kita sandingkan dalam peristiwa tersebut. Bacaan Injil hari ini pun rasa-rasanya punya aroma yang sama dengan kecenderungan tersebut. Saya mengajak kita sedikit mengambil peran sebagai pekerja yang direkrut oleh sang empunya kebun anggur pada pukul lima petang. Tentu adalah suatu kebahagiaan yang luar biasa dimana sekalipun hanya bekerja beberapa jam, pekerja-pekerja tersebut tetap mendapat upah sedinar, setara dengan para pekerja yang datang lebih awal. Dan bukan tidak mungkin, ketika hal tersebut terjadi pada kita di konteks sekarang, dengan mudahnya kita berkata: ya mungkin saya sedang hoki aja…itu cuman kebetulan… Kita akhirnya lupa bahwa di akhir kisah Injil, Yesus mengatakan: Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? (Mat 20:15).

 

Injil hari ini hendak mengetengahkan kemurah-hatian Allah yang mengatasi perhitungan kalkulatif manusia. Allah punya kebebasan untuk mewahyukan diri-Nya sebagai Allah yang murah hati kepada siapa saja. Hanya saja, kita manusia seringkali menaruh iri hati kepada sikap Allah terhadap orang-orang yang kita rasa bahwa kita lebih baik dari dirinya. Bahkan lebih mengecewakan lagi adalah bahwa kita yang menerima kemurahan hati Allah itu, malah tertutup mata hatinya untuk menyadari hal tersebut. Kita menganggap bahwa hal baik yang terjadi itu hanyalah sebuah kebetulan, sebuah hoki yang tanpa ada sebab-musababnya terjadi dalam hidup kita. Dan akhirnya hal baik itu berlalu begitu saja, tanpa kita hayati dan syukuri kehadirannya.

 

Barangkali salah satu pesan tersembunyi yang boleh kita petik dari Injil hari ini adalah untuk semakin menyadari kemurahan hati Tuhan atas hidup kita. Kita diajak untuk semakin peka akan intervensi Allah dalam setiap hal baik yang kita alami. Tidak ada lagi kata hoki dalam kamus hidup kita, tetapi semuanya memang sudah digariskan oleh Tuhan sendiri. Kita harus menyadari bahwa barangkali kita semua adalah pekerja terakhir yang mendapatkan kemurahan hati Tuhan yang begitu besar. Maka patutlah kita menyadari hal itu dan bersyukur kepada-Nya. Jangan lagi kita menyamarkan kemurahan hati Tuhan dengan label kata “kebetulan”. Karena kebetulan membuat kebaikan Tuhan itu anonim dan kita pun tidak mengenalinya lagi. Akhirnya, barangkali ungkapan dari teman si Gege tadi hanya sebatas bercandya, tetapi baik untuk menjadi bahan refleksi kita untuk semakin menyadari campur tangan Allah dalam kehidupan kita. Semoga Tuhan memberkati kita. Amin.

Fr. Ichal – Frater Tingkat III

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.