Muncul satu pertanyaan dalam diri saya, mengapa bulan (September) ini dikhususkan untuk Bulan Kitab Suci Nasional. Apakah umat beriman tidak seharusnya membaca Kitab Suci? Ya, memang semua umat diharapkan membaca Kitab Suci, namun pada kenyataannya tidak semua orang dapat akrab dengan Kitab Suci. Belum semua orang ‘bergaul’ dengan Kitab Suci. Itulah hal yang mendasari Gereja menjadikan bulan ini sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Gereja menginginkan semua orang beriman dapat dekat dengan Tuhan melalui Kitab Suci.
JIka kita menilik sejenak dalam sejarah Gereja, pada zaman pra-Konsili Vatikan II, Kitab Suci tidak dapat dibaca oleh sembarang orang kecuali mereka yang dipercayakan oleh otoritas Gereja. Akan tetapi Tuhan, melalui Roh Kudus-Nya, menerangi pikiran para petinggi Gereja untuk mengadakan Konsili Vatikan II. Dari situ kemudian terbit satu dokumen untuk membahas pentingnya Kitab Suci bagi umat beriman, yakni Dei Verbum (Sabda Allah). Tujuannya agar umat beriman di seluruh dunia dapat mengenal dan akrab dengan Kitab Suci. Maka Kitab Suci diterjemahkan ke bahasa setempat agar dapat dibaca oleh umat beriman. Muncul satu pertanyaan lagi, apakah kita sudah mencapai tujuan kita bersama (Gereja) itu?
Lewat Kitab suci kita dapat mengenal kehendak Allah atas diri kita. Kitab Suci dapat menjadi “lampu” penerang dalam jalan kita yang gelap dan “tongkat” kala kita berjalan di jalan yang licin. Dari Kitab Suci pula kita dapat memperoleh kebijaksanaan berkat bimbingan Roh Kudus. Seperti yang tertulis dalam Bacaan Pertama hari ini, “Siapa gerangan dapat mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kau utus?”(Keb 9:17). Saudara-saudari, Firman Allah itu adalah kebijaksanaan sebab Firman itu dapat mencairkan hati kita yang beku, marah, kecewa dan gelisah. Mungkin kata-kata dalam Kitab Suci itu tidak berubah dan akan tetap selamanya, akan tetapi firman itu dapat memberi makna berbeda kala situasi hati kita berbeda dari biasanya. Artinya, firman itu dapat mengatakan banyak hal di waktu yang berbeda dan dapat selalu memperbaharui diri kita.
Dalam keseharian mungkin kita begitu sibuk mengurus anak, rumah tangga, pekerjaan, sekolah, bisnis dan urusan penting lainnya. Dalam semua tugas dan tanggung jawab itu, tidak jarang kita mendapat rintangan yang kadang kala seperti tidak ada jalan keluarnya dan menyita banyak waktu dan tenaga kita. Lalu kemudian kita berkata “Ah, tugas ini aja masih banyak dan selepas ini akan ada kesibukan lagi. Jadi kalau diharapkan untuk membaca Kitab Suci apalagi sampai akrab, sepertinya tidak mungkin deh….” Ya, Tuhan tidak menginginkan kita untuk diam saja merenungkan Kitab Suci tanpa bekerja. Tuhan menginginkan anak-anak-Nya untuk bekerja dan bertanggung jawab, tetapi Ia hanya meminta sedikit waktu kita untuk mengenal dan mendengar-Nya. Mungkin saat ini Tuhan sudah begitu rindu mendengar keluh kesah kita, mungkin lewat doa dan kita dapat juga mendapat jawabannya lewat firman yang tertulis di Kitab Suci.
Tuhan menginginkan kita menjadi Ibu rumah tangga yang baik dan bertanggung jawab, tetapi di lain sisi kita juga harus memberi ruang bagi-Nya untuk menyapa kita lewat Kitab Suci. Cukup satu perikop dan apabila terlalu banyak, cukup 2-3 ayat tetapi benar-benar kita amini dan menjadi penggerak kita dalam setiap langkah hidup kita. Tuhan juga menginginkan kita bertanggung jawab dalam setiap profesi kita baik sebagai ayah, pebisnis, pengusaha, dokter, guru, siswa dan lainnya sebagainya. Tetapi di balik semua itu, kita diajak untuk dekat dengan Kitab Suci, dengan firman yang dapat menuntun hidup kita. Ia tidak meminta kita untuk berlama-lama atau harus membaca banyak Kitab Suci, Ia hanya ingin kita dekat dengan-Nya dan jangan sampai lupa akan Dia.
Kita juga bisa mengikuti contoh seorang ibu yang pernah bercerita kepada saya. Ia seorang guru di salah satu SMP di Jakarta. Ia harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan bagi suami dan kedua anak laki-lakinya. Selepas itu Ia harus cepat-cepat pergi ke stasiun kereta dan pergi ke sekolah tempat ia mengajar. Jarak tempuh dari rumah ke tempat ia mengajar sekitar 35 menit. Setelah pulang mengajar, ia juga tidak langsung kembali ke rumahnya, tetapi ke pasar untuk berjualan dari sore hingga malam hari. Sekitar pukul 20.00 ia baru bisa kembali ke rumah. Akan tetapi ia bercerita ia masih menyempatkan diri untuk membaca Kitab Suci sebelum ia pergi tidur. Ibu itu berkata bahwa kegiatan itu ia lakukan sejak 11 tahun lalu dan ia yakin dari Kitab Suci-lah ia memperoleh segala kekuatan dan penghiburan dalam hidup dan segala tantangannya.
Kita tidak mungkin menjadikan ini sebagai satu-satunya jalan untuk membaca Kitab Suci. Kita bebas mencari metode dan waktu yang kiranya dapat dikhususkan untuk membaca Kitab Suci. Kita memiliki kesibukan masing-masing dan memiliki tantangan yang berbeda pula satu sama lain. Oleh karena itu, mari kita cari waktu untuk mengakrabkan diri dengan Kitab Suci. Jangan sampai kita terlarut dalam kata sibuk sebab Yesus berkata “…setiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk 14:33). Kita harus menjadikan Kitab Suci jadi penerang dan tongkat dalam setiap langkah kita. Semoga Tuhan memberkati. Amin.