Saya kira bahan lumrah untuk direfleksikan dalam perikop Injil yang ditawarkan Gereja pada kesempatan ini adalah laporan para murid yang begitu entengnya mengklaim hak dan menyalahkan. Meskipun lumrah, bagi saya sangat prinsipil dan selalu menghentak ketidaksadaran dan kekeliruan bersikap dalam realitas harian bersama orang lain. Merasa diri paling aman dan layak dan sikap iri yang muncul sebagai ungkapan ketidakberhasilan diri. Bagaimanapun, salah satu sebab dari keirihatian adalah ketidakmampuan dan kurangnya kehendak diri dalam mengoptimalkan yang sesuatu yang kemudian diirikannya pada orang lain.
Dua sikap ini langsung Tuhan kontraskan dengan dua pengandaian tindakkan dan ganjarannya. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya, barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan ganjarannya. Barangsiapa menyesatkan salah seorang dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu dibuang ke dalam laut.”
Hemat saya, Tuhan Yesus hendak mengkritik dan menganjurkan pilihan sikap yang sebaiknya diambil oleh para murid dan oleh semua orang yang sadar bahwa dirinya masih dalam jalan menggapai yang sempurna dari dirinya. Hiduplah dengan jujur. Implikasi sederhana dari hidup jujur tentunya bijaksana dalam menilai diri dan dalam memberi asumsi subjektif kepada orang lain.
Gus Miek atau KH Hamim Tohari Djazuli mengungkapkan demikian untuk hal di atas, “Saat memandang diri sendiri, pakailah kacamata syariat sehingga ketat dalam beribadah. Namun, saat memandang orang lain, pakailah kacamata hakikat sehingga tidak mudah menuduh salah”. Saya kira ungkapan in sangat relevan untuk kecenderungan yang sering diklaim sebagai manusiawi. Tentu sulit menyangkal bahwa menganggap diri paling pantas dan orang lain sebagai saingan bahkan lebih rendah martabat dan harga dirinya tidak akan muncul pada pikiran seseorang. Namun, toh sifat manusiawi lainnya adalah bebas, menghargai, berpikir, dan mengasihi dengan tulus.
Teladan pasti dan nyata telah ditunjukkan Musa dalam Bilangan Bab 11: ayat 25 – ayat 29. Bagi Musa, kelebihannya memang patut dibanggakan tetapi bukan berarti kelebihannya membuat dia lebih dari yang lain dalam martabat, apalagi sampai menganggap diri satu-satunya yang layak menerima keunggulan dalam hal mendapat karunia khusus dari Tuhan. Musa sangat sadar bahwa dirinya sendiri tetap sama sebagai manusia biasa, yang dijadikan perantara oleh Allah. Semua orang pada hakikatnya sah-sah saja mendapat keistimewaan yang sama bahkan lebih.
Tuhan Yesus pun menyentuhkan kritiknya lebih dalam ke pribadi dengan menggunakan elemen yang ada pada masing-masing pribadi. Tuhan yesus menggunakan anggota badan seperti mata, tangan dan kaki. Semua elemen pembentuk tubuh ini sangat berharga bagi masing-masing pribadi. Intinya, sesuatu yang berharga sekalipun pada diri sekiranya tidak mendeterminasi hakikat hidup itu sendiri. Dalam hal ini bukan hanya hidup pribadi tetapi juga hidup orang lain. Jangan sampai apa yang ada pada diri menjadi penyebab kerusakan pada orang lain.
Jelas dan mudah seharusnya dipahami dengan analogi yang diberikan Tuhan Yesus. Saya asumsikan analogi untuk memberi pembanding bagi sesuatu yang berharga seperti yang diungkapkan dalam Yakobus Bab 5: ayat 1 – ayat 6. Barang-barang duniawi sangat penting tetapi ingatlah, sebaiknya semua itu tidak menjadi bahan untuk menganggap diri paling sempurna dan merendahkan orang lain. Dan ingat, sebaiknya untuk memiliki itu semua, sebaiknya tidak merendahkan martabat pribadi dan martabat orang lain apalagi menghancurkan diri dan orang lain.
Honeste Vivere, selalu dipahami dalam relasi dengan sesama. Bersikap jujur, selain sebagai tindakan memilih secara jernih dan bijak sebuah pilihan sikap dalam hidup bersama, juga berarti mengusahakan sikap terbuka. Pertama-tama bersikap terbuka berarti hadir dan muncul sebagai diri kita sendiri. Tidak menyembunyikan wajah asli. Sebaiknya dan sekiranya tidak perlu menyesuaikan kepribadian dan karakter khas pribadi dengan harapan orang lain. Hiduplah dengan jujur.