Pada hari Minggu ke-13 ini, kita diajak untuk memaknai tentang pengampunan. Kenapa perlu merenungkan kembali hal ini karena mungkin saja kita masih memiliki persepsi yang keliru mengenai pengampunan seperti Petrus. Petrus memakai logika manusia bahwa bagaimanapun juga kesabaran seseorang ada batasnya. Meskipun Petrus menyangka mengampuni sebanyak 7 kali itu sudah sesuatu yang luar biasa, tapi Yesus memberikan perintah baru yang lebih radikal, yaitu mengampuni sebanyak 77 X 7 kali.
Fokus utama bacaan Injil kali ini adalah Kerahiman Allah. Dalam Matius 5: 48, Yesus bersabda bahwa ‘hendaklah kamu sempurna, seperti Bapamu di Sorga sempurna’. Kesempurnaan dalam konteks bacaan tersebut adalah kasih Allah kepada semua orang, entah itu orang baik atau orang jahat. Bacaan kali ini mencoba menekankan lagi kesempurnaan Allah, yaitu pengampunan sempurna.
Saya mengatakan ini adalah pengampunan sempurna, karena makna pengampunan Sang Raja dalam perumpamaan Yesus adalah menghapuskan hutang seumur hidup hambanya. Hutang si hamba yang mencapai 10.000 talenta setara dengan hutang sebanyak emas 360 ton. Jangankan orang waktu jaman Yesus, jaman sekarang saja tidak mungkin ada yang mampu melunasi hutang sebanyak itu. Sang Raja tidak memberikan syarat apapun, ia begitu saja menghapuskan hutang-hutang hambanya itu. Gilak gak tuh?
Hal ini ingin menunjukkan bahwa kerahiman Allah itu sungguh sempurna. Ia menghapuskan hutang atau dosa seumur hidup kita dengan cuma-cuma. Tidak ada syarat apapun yang diberikan Allah kepada kita selain satu hal; kitapun hendaknya juga turut mengampuni seperti Allah mengampuni kita. Seolah Yesus ingin mengulang lagi doa yang Ia ajarkan; ‘Ampunilah dosa kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami’.
Saudara-saudari yang terkasih, inilah tantangan besar kita. Kita telah menerima rahmat yang begitu besar dari Allah yaitu kerahiman sempurna. Sekarang… apakah kita sanggup memberikan pengampunan sempurna kepada orang lain? Kita membutuhkan rahmat kerendahan hati, dan pengorbanan yang besar dari Allah untuk sanggup melakukannya. Namun, dari bacaan Injil kali ini, kita dapat melihat satu titik yang membuat kita bisa lebih mudah mengampuni orang lain, yaitu pengalaman kerahiman dari Allah.
Seperti halnya kita tidak mungkin mengasihi orang lain kalau belum pernah mengalami pengalaman dikasihi Allah, begitu pula dengan pengampunan. Kita tidak mungkin dapat mengampuni orang lain kalau belum menyadari pengalaman pengampunan dari Allah. Pengalaman ini bisa dari hal-hal sepele, seperti diampuni teman atas kelalaian kita, pengampunan dari guru karena lupa mengerjakan PR (walaupun kemudian disuruh menulis sebanyak 100 kali ‘aku berjanji.. bla-bla-bla’), atau kasih orang tua yang memaafkan kita karena sudah merusakkan barang tertentu miliki mereka.
Ada begitu banyak pengalaman kasih dan pengampunan yang kita terima. Apabila kita mau rajin sedikit, kita bisa membuat semacam list dan menghitung semua itu. Pasti jumlahnya lebih banyak daripada pengalaman buruk yang kita terima. Semua ini bisa menghantarkan kita pada kesadaran bahwa Allah luar biasa baik padaku.
Tentu semua tidak akan sekali jadi, bum! Kita sukses menjadi pemberi kerahiman yang sempurna. Akan ada proses untuk menghidupinya, dan dalam proses itulah kita bertumbuh dalam iman. Semoga Tuhan senantiasa memberikan Rahmat-Nya kepada kita, untuk terus meneladani kerahiman sempurna-Nya.