Bapak/ibu, saudara/saudari, adik-adik, dan kaum muda yang terkasih dalam Kristus selamat memasuki Hari Minggu Biasa XVIII. Bacaan-bacaan suci yang kita renungkan pada hari minggu ini membantu kita untuk melihat kebesaran kasih Allah dalam hidup kita.
Senja telah pergi dan gelap mulai menyelimuti ragaku, batinku, dan pikiranku yang penuh ketakutan selama masa suram pandemi covid-19 ini. Covid-19 diibaratkan malam kelam yang membuat saya tak bisa menatap indahnya rembulan malam oleh kedua bola mataku. Kududuk seorang diri di bawah atap tempat suci yang bernuansa hembusan angin Roh Kudus tepatnya di depan salib Kritus. Kutatap Dia, Dia menatap aku, dan saat itu aku sadar bahwa ada terang yang sesungguhnya menyinari ragaku, batinku, pikiranku. Bukan hanya itu, Ia yang tersalib itu mengatakan bahwa Rahmat kasihKu selalu menyertai kamu hingga akhir zaman. Duniaku jadi hening dan tenang kala mengenang besarnya Kasih Yesus, sosok yang tergantung di kayu salib itu.
Aku pun melangkahkan kakiku dengan iringan kasih menuju kamarku. Kini, mulutku tertutup rapat namun hatiku berkata syukur. Mungkin saat itu hatiku sedang bercakap-cakap dengan Tuhan. Jari-jemariku mulai menguasai alat pewartaan jaman now, hand phone. Setelah hatiku berkata lewat tanganku untuk membuat sebait puisi syukur dan terimakasih kepada Tuhan, aku mengirimkannya kepada semua orang yang terdapat dalam kontak WA-ku. Namun, hatiku masih terusik oleh belaskasihan. Aku pun menundukkan kepalaku tepat di depan gambar Yesus. Aku pun mulai merenungkan makna yang terdalam dari belaskasih yang dimaksudkan Tuhan. Saat itu Yesus menghiburku dengan senyum dalam hening.
Belaskasih Tuhan yang digambarkan oleh penginjil Matius memang mendorongku untuk menyadari bentuk pewartaan seorang Rasul jaman now. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi sangat membantu saya untuk dapat mewartakan Injil melalui media sosial. Setiap pengalaman hidup saya baik dalam kerja, olahraga, belajar, dan lain-lain dapat saya renungkan dan menjadikannya sebait doa dan kuwartakan melalui media sosial. Banyak yang membalasnya dengan kata Amin, Puji Tuhan, dan syukur kepada Tuhan karena tersentuh dengan kata-kata yang kusampaikan kepada mereka.
Bacaan Injil hari minggu ini mengisahkan tentang penggadaan lima roti dan dua ikan oleh Yesus. Sebuah sikap berbagi yang ditunjukan yesus kepada kita umat Allah yang harus menjadi bagian dari hidup kita agar dapat menemukan sukacita. Saya secara pribadi, ketika merenungkan situasi peristiwa covid-19, merasa sangat tertekan karena sikap berbagi sepertinya dibatasi oleh ruang dan waktu. Saat ini, saya terus terusik oleh belaskasihan untuk mewartakan Kristus kepada mereka yang sangat membutuhkan. Semua orang membutuhkan belaskasih Allah namun ada orang-orang yang lebih membutuhkan kasih Allah.
Tidak semua orang memegang gadget, sebut saja para pemulung yang tidur dibawah kolong jembatan dan di atas karton atau sehelai karung bekas. Dinding yang dipakai mereka untuk menghalangi dinginnya angin malam adalah tumpukan sampah yang kemudian dijadikan uang untuk membeli sesuap nasi. Demikian kenyataan sebelum pandemi covid-19 yang saya temukan ketika saya bergabung dengan komunitas di Sant’ Egidio untuk mengunjungi mereka dan bercerita bersama mereka di sekitar ibu kota Jakarta. Saya melihat bahwa mereka sangat membutuhkan suatu perjumpaan.
Belaskasih Tuhan sangat nampak ketika ia berjumpa dengan banyak orang dan mau berbagi kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Penggadaan lima roti dan dua ikan oleh Yesus menunjukkan suatu bentuk belas kasih kepada kita. Dengan demikian, dalam kegelapan covid-19 ini, saya menemukan seberkas sinar abadi yang menerangi hatiku dan berharap juga kita semua merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan. Sinar abadi dari Kristus perlu kita pancarkan kepada semua insan tidak hanya melalui media sosial melainkan juga melalui perjumpaan secara langsung agar kabar sukacita yang diwartakan Kristus dapat dirasakan oleh semua orang.