Sisi Lain Kekecewaan
Lukas 24:13-35
“Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka.” (Ayat 30)
Bacaan pada hari Minggu Paskah III ini mengajak kita untuk tidak putus asa dengan suatu keadaan yang terjadi di sekitar kita. Akan tetapi, kita harus keluar dari rasa keputusasaan kita dan menemukan harapan baru dan bangkit bersama-Nya. Dua murid dalam perjalanan ke Emaus mungkin saja kecewa dengan kenyataan yang terjadi. Dia yang diharapkan membebaskan mereka dari bangsa Romawi ternyata berakhir di tangan mereka. Yesus yang diharapkan menjadi raja untuk mengalahkan bangsa Romawi ternyata mati disalib. Dengan kekecewaan itu, mereka memilih untuk kembali ke Emaus.
Dalam perjalanan, mereka tidak sendirian, tetapi ada satu orang lagi yang bersama-sama dengan kedua murid tersebut. Mereka mendengar-Nya namun tidak mengenal-Nya. Mereka berjalan bersama-Nya sepanjang jalan, akan tetapi kedua murid itu tidak menyadari akan kehadiran-Nya. Ketidaksadaran akan kehadiran Yesus dari kedua murid karena mereka tenggelam dalam rasa kecewa. Mereka berhenti pada pengalaman sengsara dan wafat-Nya saja, padahal ada pula kebangkitan yang membawa harapan dan pembebasan manusia. Bukan hanya pembebasan dari penjajahan Romawi melainkan pembebasan yang lebih dahsyat, yaitu pembebasan akan dosa manusia, sekali seumur hidup.
Mereka mengenal Yesus justru ketika Ia mengambil roti dan mengucap syukur saat mereka hendak makan. Di situlah mereka disadarkan dan diingatkan akan peristiwa pemecahan roti sebelum Yesus ditangkap. Saat itulah muncul harapan ketika mereka melihat apa yang diperbuat-Nya sehingga hati mereka berkobar-kobar. Pada saat itu juga mereka kembali kepada para murid lalu menceritakan apa yang mereka dengar dan mereka lihat.
Sama halnya dengan yang dialami oleh kedua murid tersebut, kita juga melewati peristiwa Paskah tahun ini dengan rasa kekecewaan. Kecewa karena pandemik COVID-19 membuat kita tidak bisa merayakan Paskah bersama di gereja, karena kita harus di rumah saja. Mungkin juga ada yang mengalami kekecewaan yang lebih berat karena banyak kehilangan orang-orang yang kita cintai. Kecewa karena seolah-olah Yesus meninggalkan kita.
Kita bertanya, di manakah Yesus, di manakah Tuhan saat ini? kita merasa seolah-olah ditinggalkan. Padahal kita tidak menyadari bahwa Ia selalu bersama kita setiap saat. Dia tidak pernah meninggalkan kita. Bagaimana kita tahu bahwa dia bersama kita?
Ketika kita tidak bisa merayakan misa di gereja, hal yang tidak pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya bahwa di rumah kita akan ada altar-altar kecil. Televisi bukan lagi hanya sekedar sarana hiburan, tapi sarana untuk bergabung bersama umat Allah dalam misa online.
Ada beberapa orang yang sharing kepada saya katanya, “Ter, aku tuh paling malas yang namanya ke gereja, tetapi sekarang aku malah sering sekali mengikuti misa online”. “Kok bisa?” tanyaku. “Iya Ter, tadinya masih malas, tapi semenjak ada Corona, kan di rumah sering banget tuh mami, papi sama adek-adekku mengikuti misa online. Trus aku dipaksain untuk ikut, awalnya uring-uringan, tapi aku tersentuh pas romonya khotbah sampai nangis. Aku ikut terharu, dan gak tahu kenapa sejak itu aku selalu ikut tanpa harus dipaksa lagi kaya dulu,” ceritanya panjang lebar.
Dari pengalaman itulah saya diterangi Roh Kudus; inilah arti Paskah yang sebenarnya. Kebangkitannya memenangkan orang yang tadinya selalu ada alasan kalau diajak mengikuti Ekaristi, sekarang secara tidak langsung, berkat corona dapat menyentuh dan membawa mereka dan menjauh darinya memiliki harapan dan kembali kepada-Nya. Corona bukan sekedar pandemik yang menakutkan, namun ada “harapan-harapan” kecil bagi mereka yang selama ini jauh dari-Nya.
Fr. Vincent