Bacaan injil kali ini lumayan panjang. Terdapat tiga bagian yang biasa dibagi ke dalam tiga perumpamaan. Perumpamaan tentang domba yang hilang dari ayat 1-7, perumpaan tentang dirham yang hilang mulai dari ayat 8-10, dan perumpamaan tentang anak yang hilang mulai dari ayat 11-32. Ketiga bagain ini sebenarnya masih dalam satu konteks yang sama yaitu konteks dimana Yesus menanggapi kesungutan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.
Orang berdosa sulit diterima
Orang-orang Farisi sangat tegas dan ketat dalam memisahkan diri dengan orang yang dianggapnya berdosa yaitu para pemungut cukai dan orang-orang berdosa lainnya. Ada kesan bahwa hidup di jaman Yesus hanya memiliki dua kelas masyarakat yaitu kumpulan para pendosa dan yang tidak berdosa. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat melihat dirinya sebagai pihak yang paling benar di hadapan Allah. Konsep orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentang orang berdosa adalah orang berdosa itu perlu dihindari atau bahka dihukum dan sulit diterima untuk berbaur dengan masyarakt Yahudi pada umumnya. Sehingga dalam konteks ini kita tidak bisa menuntut sikap mengampuni dan berbelas kasihan dari orang-orang yang merasa diri benar di hadapan Allah. Dua kelas ini kemudian mewarnai hampir seluruh perjalanan hidup Yesus. Dengan kata lain Yesus hidup di anatara dua tegangan masyarakat yang sulit untuk didamaikan dan disatukan.
Allah menerima siapapun
Yesus memberikan perumpamaan-perumpamaan yang menggambarkan bahwa sebenarnya Allah yang orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat sembah itu adalah Allah yang berbelaskasihan yang tidak membiarkan satupun umat ciptaannya tersesat, tidak dihiraukan, dan tidak disambut. Yesus mau memurnikan kembali konsep Allah yang sudah terlanjur dipahami secara “keliru “ oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Allah itu dengan senang hati menerima siapapun. Apalagi kalau manusia bertobat Allah akan lebih bersukacitala lagi dan malah lebih dahulu menyambut dan memeluknya sebagaimana konsep Allah yang digambarkan Yesus dalam perumpamaan anak yang hilang. Tentu Allah yang diwartakan oleh Yesus sulit sekali diterima oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Penolakan tersebut terjadi lebih-lebih karena standar dan ukuran yang mereka pakai adalah seberapa taat seseorang pada hukum dan agama. Siapapun yang tidak taat hukum dan agama maka dianggap berdosa dan layak dijauhi. Jadi hidup bukan lagi mengenai seberapa besar keterbukaan diri terhadap sesama dan kehendak Allah melainkan lebih kepada seberapa ketat dan taat seseorang menjalankan aturan.
Tuhan mencari kita
Pada titik inilah kita mesti sadar bahwa Tuhan itu selalu menyambut siapapun dan menawarkan kepada kita sikap saling memperhatikan tanpa melihat status dan kedudukan seseorang. Ia hanya menawarkan dua hal saja yaitu mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa serta kasihilah sesamamu (termasuk mengasihi musuh) seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Dengan kata lain Yesus mengajak kita untuk berani menerima dan menyambut siapapun yang kita anggap tersesat dan berdosa. Selain itu, bacaan injil ini menyadarkan kita juga bahwa bukan orang yang merasa diri benar yang mendapat perhatian khusus melainkan orang-orang yang merasa diri berdosa, malu berhadapan dengan Allah karena sadar akan kesalahannya bdk. Luk. 18:9-14. Maka kita perlu bersyukur bahwa ternyata Tuhan masih mencari kita yang sering berbuat dosa dan lebih dahulu berinisiatif menghampiri kita untuk kembali ke dalam pangkuan kasih-Nya. Jadi pertobatan membuat Tuhan berinisiatif menghampiri dan menjamah kita.