Berani Untuk Percaya dan Menjadi Saksi
Minggu Paskah III tahun B
15 April 2018
(Luk.24:35-48)
Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini (24:46-48)
Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa yang luar biasa. Luar biasa karena peristiwa macam itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Banyak orang kagum dan tak sedikit juga heran dan brtanya mengenai kebenaran peristiwa kebangkitan tersebut. Bahkan para murid pun meragukan hal itu, mereka tak henti-hentinya berbincang satu sama lain (bdk Luk.24:35). Padahal Yesus sudah memberitahu sebelumnya saat masih hidup bersama dengan mereka bahwa Dia akan menggenapi semua yang ada tertulis tentang-Nya dalam kitab Taurat Musa, kitab Nabi-Nabi, dan kitab Mazmur (bdk Luk. 24:44).
Keraguan yang dialami oleh para murid perihal kebangkitan Yesus secara inplisist mau menunjukkan kemanusiawian para murid. Secara manusiawi memang cukup sulit percaya bahwa Yesus bangkit dari alam maut. Di sini, mengapa sulit percaya? Sulit percaya karena secara manusiawi manusia cenderung melihat dan menanggapi segala sesuatu dengan menggunakan rasio (berpikir secara matematis) bahwa kebenaran semata berupa akibat dari hukum-hukum kausal. Hal ini tentunya tidak banyak membatu manusia memahami kedalaman kebenaran yang tertinggi yang justru bersifat metafisis. Persis di sini peran imanlah yang menonjol. Untuk percaya orang mesti memberi diri dalam artian membuka diri, hati, dan pikiran terhadap peristiwa spiritual (rohani) layaknya peristiwa kebangkitan Yesus. Ini memang tidak mudah, tetapi struktur kemanusiaan kita memungkinkan hal itu. Kita memiliki semacam keharusan spiritual yang tanpanya, segala sesuatu tentang cinta, keterpesonaan, keheranan, dll., tak dapat dijelaskan. Jadi lompatan iman ialah suatu yang manusiawi dan merupakan pencapaian tertinggi seorang mamnusia. Hal inilah yang baru dipelajari para murid melalui peristiwa penampakan Yesus.
Saudara saudari yang dikasihi Yesus, di sisi lain kita melihat bagaimana Yesus berusaha meyakinkan para murid bahwa Dia sudah bangkit dengan berbagai cara yang dilakukan-Nya (bdk.Luk.24:39-43). Dapat dikatakan bahwa Yesus tahu bagaimana situasi dan keadaan iman setiap orang termasuk para murid-Nya. Ia berinisiatif menjumpai setiap orang tanpa dibatasi ruang dan waktu. Artinya Ia bisa hadir kapan saja dan di mana saja, dengan pelbagai cara-Nya sendiri. Kita percaya bahwa Yesus kini benar-benar bangkit kendati kita tidak melihat Yesus dengan mata telanjang. Akan tetapi cukup bagi kita melihat Yesus yang bangkit lewat diri orang yang dipandang hina atau singkatnya orang yang tidak begitu diperhitungkan dalam kehidupan kita sehari-hari di masyarakat. “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:40). Oleh karena itu, kita pertama-tama harus memupuk iman sedemikian rupa agar percaya akan Yesus yang bangkit yang walaupun tidak hadir langsung dalam peristiwa kebangkitan-Nya namun percaya. Sebab, “Kata Yesus kepadanya: Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” (Yoh.20:29)
Saudara saudari yang dikasihi Yesus, mari kita bersama-sama hidup dalam iman akan Kristus yang bangkit dengan melayani satu sama lain khususnya mereka yang dipandang hina atau yang tidak begitu diperhitungkan melalui perbuatan atau tindakan kasih, sebagai wujud konkret dari iman kita yang percaya akan kebangkitan Yesus yang direpresentasikan dalam diri mereka. Banyak cara yang dapat kita lakukan, misalnya berdoa untuk mereka, menjumpai mereka, berbagi cerita dengan mereka, dan kalau bisa sedapat mungkin memberi bantuan material kepada mereka. Mungkin kita membutuhkan komunitas yang dipercaya karena takut berjalan sendiri dalam mewujutkan tindakan kasih seperti itu, untuk itu, kita juga bisa bergabung dengan komunitas-komunitas yang secara khusus hadir untuk melayani kaum miskin dan papa, misalnya Komunitas Sant’Egidio.
Fr. Benyamin Baduk, SX