Yesus Menyembuhkan Orang Kusta

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Yesus Menyembuhkan Orang Kusta

Hari Minggu Biasa VI
Markus 1:40-45

Sepupuku pernah bercerita kepadaku, demikian “Pernah suatu ketika dikeluargaku dua orang anggota keluarga, adik dan ayah keduanya sakit ditempat dan waktu yang sama. Keduanya hanya dijaga oleh ibu. Saya dan kaka tinggal di asrama yang cukup jauh dari rumah. Karena pusingnya dan begitu sibuknya ibu memperhatikan keduanya, akhirnya disuatu saat ketika ibu sedang mengurus ayah, adik bilang pada ibu, “Ibu sayang ayah saja…”. Ibu langsung tertawa kecil mendengar keluhan adik. Entahlah karena adik masih SD atau apalah. Yang pasti saat itu ibu tidak merenungi kata-kata itu secara mendalam.” Lalu saya spontan bilang pada sepupuku, “Kukira adikmu butuh kasih sayang, demikian juga ayahmu dan itulah yang orang sakit butuhkan, meski ia tidak sembuh secara fisik tapi batinnya terhibur karena kasih sayang.”

Orang kusta yang diperdengarkan pada Injil hari Minggu ini, memang membutuhkan penyembuhan baik fisik maupun batin. Ia datang kepada Yesus, dan sambil berlutut dihadapaNya, ia memohon bantuanNya supaya ia menjadi tahir. Tentu suatu perjuangan untuk melawan setereotip ataupun tradisi bahwa mestinya orang kusta tidak berjumpa dengan yang tahir atau masyarakat yang lainnya yang dalam keadaan fisik sehat. Keberanian si kusta, menurutku dia sembuh scara fisik tapi tidak seluruhnya sembuh. Kita juga dapat bertanya apakah secara batin, dia juga sembuh?

Kita dapat melihat suatu kontradiksi di mana si kusta tidak benar-benar sembuh secara fisik. Buktinya bahwa ia tidak mendengarkan dengan baik apa yang Yesus minta, “Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka” (Mrk. 1:44). Ini aneh. Mengapa? Karena ia (si kusta) datang kepada Yesus dengan sangat supaya ia tahir bahkan ia sambil berlutut di hadapan Yesus dan ia memohon bantuan Yesus. Sayangnya kow, setelah tahir balasanya justru berbeda dengan permintaan Yesus, “Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota” (Mrk. 1:45). Bukankah ini namanya ia mengikuti kehendaknya sendiri?

Kita dapat bertanya pada diri kita, apabila kita telah sukses dalam studi, cita-cita, lalu Yesus meminta kepada kita, tinggalkan itu semua lalu ikutilah kehendakKU. Apa yang akan kita lakukan? Tentu sulit untuk menanggapi sabda Yesus itu. Lalu apa yang akan kita lakukan? Bukankan itu kehendak Tuhan? Kita dapat mengikut nasehat dan teladan St. Paulus dalam 1 Kor. 10:31 “…Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” Memang benar si kusta mewartakan kebaikan Tuhan kepada umatNya, akan tetapi itu demi kemulian dirinya semata, toh bukan kehendak Yesus. Untuk kita mohon rahmat Tuhan supaya kita benar-benar sembuh betul-betul baik fisik maupun batin dan mendegarkan sabda Tuhan serta tekun melaksanakanNya. Sabda Tuhan ini dapat kita amplikasikan dalam perhatian kita kepada mereka yang sakit, menderita, miskin, tersingkir, dan lainnya, yang sungguh membutuhkan kasih sayang. Kita juga tidak jemu-jemunya berdoa agar apa yang kita lakukan sesuai dengan kehendakNya.

( Fr. Leary Jan Nahak SX)

Leave a Reply

Your email address will not be published.