Spiritualitas Musafir: Berani tidak terkenal
Renungan Minggu 4 Februari 2018 (Mrk 1:29-39)
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, adalah dua orang murid Kungfu bernama Lao dan Liu yang diutus oleh gurunya, master Cheng untuk mengembara dan menjadi musafir demi mengajarkan kungfu ke semaki banyak orang. Maka pergilah Liu dan Lao ke sebuah desa bernama Guangzo. Disana mereka mulai memperkenalkan kungfu kepada orang-orang di desa baik tua maupun muda. Tak disangka, ternyata banyak orang yang tertarik dengan kungfu dan mulai belajar kungfu dari Lao dan Liu. Mereka pun mulai dikenal oleh seluruh warga di desa dan selalu dicari oleh orang-orang yang ingin belajar kungfu. Bahkan ketua adat pun meminta mereka untuk tinggal di desa itu dan membuka sebuah perguruan kungfu. Liu yang merasa mulai terkenal dan dicari banyak orang memilih untuk tinggal dan membuka perguruan kungfu seperti yang diminta ketua adat. Akan tetapi, Lao justru menolak permintaan ketua adat. Meskipun ia dan Liu mulai disibukkan dengan banyaknya permintaan untuk mengajarkan kungfu sehingga mulai dikenal banyak orang di desa, namun Lao memilih untuk pergi. Dengan sopan Lao menjawab ketua adat,”Maafkan saya, bukannya saya tidak mau tinggal disini, jujur saja saya senang bisa diterima disini, akan tetapi saya harus pergi ke desa-desa lain untuk mengajar kungfu karena untuk itulah aku menjadi musafir.”
Saudara-saudari yang terkasih, terkadang dalam kehidupan kita sehari-hari, kita seperti halnya Liu yang terbuai dengan popularitas sehingga lupa akan tujuan utama kita. Popularitas memang seringkali mengaburkan cita-cita dengan menawarkan kenyamanan dan kenikmatan sesaat. Ketika kita sudah populer, terkenal, semua orang mencari kita, maka tidak ada lagi daya juang untuk melampaui diri kita karena seolah-olah apa yang kita cari sudah tidak relevan lagi mengingat kenyamanan dan popularitas sudah kita dapatkan. Akan tetapi, kita juga perlu belajar dari teladan Lao yang berani meninggalkan kenyamanan dan popularitas demi mengejar tujuan hidupnya yaitu mengajarkan kungfu. Bacaan Injil hari ini pun juga mengajarkan kita untuk berani meninggalkan kenyamanan dan popularitas demi kemuliaan Tuhan. Yesus menjadi teladan nyata bagi kita murid-muridNya. Meskipun Ia dicari banyak orang di Kapernaum dan menjadi terkenal disana, akan tetapi Ia memilih untuk pergi ke tempat lain sebagaimana Dia bersabda,”Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota sekitar sini, supaya disana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” (Mrk1:39) Tuhan Yesus sendiri tidak pernah mencari popularitas. Disaat orang banyak semakin gencar mencari Dia untuk meminta penyembuhan atau bahkan hendak menjadikannya raja seperti dalam kisah penggandaan roti, Tuhan Yesus justru memilih untuk menyingkir dan berdoa. Ia tidak pernah tergiur dengan popularitas dan tetap teguh berpegang pada tujuan misi-Nya di dunia yaitu mewartakan Kerajaan Allah.
Sebagai calon misionaris dan imam, saya pribadi merasa bersyukur memiliki teladan seperti Tuhan Yesus yang saya ikuti. Sebab jika saya menjadi pastor kelak, pastilah akan disibukkan dengan pelbagai macam pelayanan pastoral misi yang menyita banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itulah saya harus meneladan Tuhan Yesus agar saya tetap menghidupi spiritualitas musafir yaitu berani pergi ke tempat lain demi mewartakan Injil ke segala penjuru dunia tanpa terbuai oleh popularitas. Memang, alangkah bahagianya jika kita diterima dengan baik di suatu tempat. Akan tetapi, kita perlu menyangkal diri kita, melampaui diri kita dengan meninggalkan popularitas, berani untuk menjadi tidak terkenal karena Kristus. Perlu kita sadari bahwa Tuhan Yesuslah yang kita wartakan, bukan diri kita sendiri, maka apabila Tuhan Yesus yang kita wartakan saja berani meninggalkan popularitas dan kenyamanan demi mewartakan Injil ke segala penjuru, masakan kita murid-Nya ini tidak? Maka, marilah kita mengikuti Yesus sang suri teladan hidup kita. Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati.
Fr. Willebrord Yudistira sx