Belajar Kritis Terhadap Ajaran Agama Bersama PK

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Belajar Kritis Terhadap Ajaran Agama Bersama PK

Oleh Alexander Ivan Pasca Putra

PK adalah seorang manusia yang datang dari luar angkasa ke bumi. Baru saja tiba di bumi, PK dijambret. Barang yang dijambret adalah remot kontrol yang ia gunakan untuk memanggil pesawatnya. Tanpa alat tersebut PK tidak dapat memanggil pesawatnya dan otomatis ia tidak dapat pulang. Ketika PK bertanya kepada semua orang tentang keberadaan remot kontrolnya, semua orang menjawab “…hanya Tuhan yang tahu”. PK kemudian menyadari bahwa manusia bumi ketika mengalami masalah berat selalu memohon kepada suatu entitas yang tertinggi yang mereka sebut sebagai Tuhan. Manusia juga memiliki banyak kelompok(agama) yang memiliki tatacara peribadatan kepada Tuhan yang berbeda satu sama lain. Selain itu PK menyadari bahwa wujud Tuhan dimanifestasikan dalam banyak rupa oleh masing-masing kelompok tersebut.

Demi mendapatkan kembali remot kontrolnya PK pun mengikuti tatacara peribadatan di setiap agama. Ketika Tuhan terasa tak juga membantunya, PK mulai mencari Tuhan. PK kemudian bertemu dengan Jaggu seorang presenter TV. Melihat sikap kritis PK terhadap agama-agama, Jaggu tertarik untuk mengadakan acara talkshow melawan Tapasvi seorang pemimpin agama yang mengaku dirinya dapat berbicara dengan Tuhan dan mampu meramal masa depan.

Tulisan ini akan menunjukkan beberapa kritik PK terhadap agama-agama khususnya kritik terhadap para agamawan (baik pemimpin agama maupun para umat beragama). Kita akan sadar bahwa kritik PK ini tidak hanya berlaku di India tetapi juga di seluruh dunia khususnya di Indonesia yang memiliki beragam agama dan aliran kepercayaan. Oleh karena itu di setiap pokok kritikan PK ditunjukkan relevansinya dengan dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.

Banyak Agama Saling Menghormati

Umat manusia memiliki banyak jalan dalam hal memuja dan menggambarkan rupa Tuhan. PK menyadari bahwa setiap agama memiliki aturan dan tradisi yang khas. Setiap tradisi ini belum tentu diterima oleh agama lain. Contohnya saat PK membawa anggur ke Mesjid. Bagi umat kristiani, anggur itu dapat menjadi sesuatu yang sakral, tetapi bagi umat Islam anggur beralkohol merupakan minuman yang haram.

Walaupun berbeda tradisi, setiap agama mempunyai satu tujuan yakni menyembah dan berhubungan dengan Tuhan. Oleh karena itu, setiap manusia hendaknya menghormati setiap tradisi agama yang ada. Menghormati berarti tidak memaksakan tradisi agamanya agar diikuti agama lain. Menghormati berarti menerima adanya kekhasan tradisi dalam setiap agama.

Akan tetapi, ternyata menghormati saja tidak cukup. Bila terjadi gesekan atas dasar perbedaan pandangan dan kepentingan, mereka yang awalnya saling menghormati dan menunjukkan sikap sopan santun dapat berubah sikap menjadi saling menyalahkan. Menurut Gus Dur, di sini perlu adanya pengembangan rasa sikap saling pengertian yang tulus dan berkelanjutan.[1]

Indonesia sama seperti di India memiliki macam-macam agama dan aliran kepercayaan. Tentu saja kerukunan antar umat beragama harus selalu dijaga dan dipelihara. Gus Dur mengatakan bahwa kita hanya mampu menjadi bangsa yang kukuh, kalau seluruh umat dari agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu sama lain, bukan hanya menghormati satu sama lain.[2] Hal ini menuntut setiap umat beragama memiliki sense of belonging atau rasa saling memiliki sehingga sikap saling mengerti semakin berakar dan bertumbuh dalam diri setiap umat beragama

Manusia Anak Tuhan

PK sangat yakin bahwa umat manusia beribadah kepada Tuhan karena umat manusia memiliki sebuah harapan hidup lebih baik. Walaupun hidup dalam keadaan susah, umat manusia tetap mempunyai harapan yakni Tuhan. Umat manusia yakin bahwa Tuhan mahabaik dan mahakuasa dapat menolong, menghibur dan memberi mereka kekuatan di saat mereka mengalami kesusahan. Oleh karena itu, dengan mempunyai iman manusia terdorong untuk berusaha dan berjuang demi memperoleh hidup yang lebih baik. Sudah sepantasnya setiap umat beriman melawan segala bentuk perintah dan ajakan agama yang membawa hidup menjadi lebih menderita dan tidak baik.

PK merasa bingung ketika seorang pemimpin agama memerintahkan umatnya untuk mengorbankan hartanya, melukai dirinya untuk menyembah atau meminta pertolongan Tuhan. Menurutnya, semua manusia adalah anak-anak Tuhan dan tidak mungkin Tuhan rela membiarkan anak-anaknya menderita. Oleh karena itu, manusia seharusnya tidak perlu memercayai orang-orang yang mengatakan bahwa manusia harus menderita dan berkorban besar untuk menyembah Tuhan.

Banyak pemimpin agama seringkali pura-pura berlaku sebagai nabi yang dapat berbicara dengan Tuhan secara langsung. Mereka menggunakan trik ini untuk merebut perhatian dan kepercayaan umat mereka. Seringkali para pemimpin agama bukannya memberikan penghiburan dan kekuatan, tetapi menambah beban hidup dengan beragam peraturan keagamaan. Sebagian umat yang tidak mampu berpikir kritis akan menuruti para pemimpin agama tersebut yang bagi mereka sama seperti nabi. Melalui umat-umat yang tidak mampu berpikir kritis inilah para pemimpin agama yang tidak bertanggung jawab mengeruk keuntungan pribadi.

Agama Ladang Bisnis

PK melihat bahwa agama telah dijadikan ladang bisnis oleh beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab. PK menunjukkan bahwa ada banyak orang yang beribadat kepada Tuhan disebabkan oleh rasa takut mendapat karma atau masuk neraka. Rasa takut inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut. Kegiatan jual-beli persembahan, pungutan uang-uang persembahan atas dasar pengampunan dosa dan pembebasan diri dari karma dan neraka pun bermunculan.

Ada juga agama yang menyediakan jasa ramalan akan masa depan. Banyak oknum-oknum pemimpin agama mengeruk keuntungan umatnya yang percaya akan ramalannya. Oleh karena takut akan mendapat masa depan yang jelek, orang bersedia melakukan apa saja yang diperintahkan pemimpin agama tersebut.

Ayahnya Jaggu dalam film PK ini menunjukkan orang yang takut akan ramalan akan masa depan yang suram. Ia percaya akan ramalan Tapasvi yang mengatakan bahwa putrinya, Jaggu akan dikhianati oleh Sarfaraz karena berbeda agama. Pada dasarnya ramalan ini tidak mempunyai alasan yang kuat dan terdengar mengada-ada. Terbukti di akhir film bahwa ramalan Tapasvi ini salah. Sayangnya, ayah Jaggu dan Jaggu sendiri terlanjur percaya akan ramalan tersebut.

Dewasa ini banyak oknum-oknum yang pandai berbicara mencuci otak banyak orang untuk takut masuk neraka. Rasa takut ini membuat umat manusia bertindak tidak rasional dan menuruti perintah oknum tersebut walaupun perintahnya tidak rasional dan bermoral. Contohnya mengebom orang lain yang dianggap kafir. Oleh karena itu kita sebagai umat beragama harus jeli dan kritis saat mendengar ajaran para pemimpin agama yang merasa diri suci dan perkataannya yang terdengar sombong atau menggurui. Kita harus jeli melihat apakah ajaran yang disampaikan melawan moral atau tidak.

Sosok Agamawan

Nurcholish Madjid pernah mengatakan bahwa kesucian jiwa dan raga adalah kualitas hidup yang tak ternilai.[3] Ajaran agama bertujuan antara lain agar manusia dapat mencapai kesucian jiwa dan raganya. Salah satu hal yang seharusnya tidak dikehendaki oleh ajaran agama mana pun adalah berlagak suci. Menurut Nurcholish, berlagak suci atau “sok suci” adalah sejenis ketidakikhlasan atau kepamrihan.[4] Hal ini tampaknya harus diperhatikan secara khusus oleh para pemimpin agama yang merasa diri lebih suci dari umatnya.

 

Saya setuju dengan Romo Magnis yang berpendapat bahwa semua agamawan seharusnya menjadi rendah hati ketika mereka makin tahu dan sadar akan Yang Ilahi.[5] Seharusnya mereka sadar bahwa mereka membawa harta Wahyu Ilahi dalam wadah yang mudah pecah, wadah pengetian dan tradisi manusiawi mereka sendiri. Mereka mesti bicara tentang iman mereka secara rendah hati. Setiap perkataan tentang Yang Ilahi dengan nada sombong, menggurui, merupakan omong kosong karena ia membatalkan adanya Yang Ilahi itu.

Dorongan untuk menjadi guru dan berkedudukan diri membuat kalangan agamawan tergoda untuk menjadi sombong. Oleh karena umat sudah terbiasa dengan kesombongan para pemimpin agama, mereka pun menelan dan melaksanakan begitu saja perintah dan ajaran para pemimpin agama tersebut. Kesombongan para pemimpin agama membenarkan asumsi bahwa daripada mengembangkan nilai kemanusiaan, agama-agama adalah sarana pembodohan dan sarat dengan kepentingan duniawi. Agamawan yang tidak rendah hati sesungguhnya memberi nama buruk bagi agama.

Penutup

Sebagai umat beragama yang hidup di abad 21, sudah sepantasnya kita kritis terhadap semua perintah dan ajaran agama yang menurut kita tidak etis. Seperti yang ditunjukkan PK, umat beragama seharusnya melawan perintah dan ajaran agama yang membenarkan tindakan-tindakan yang jahat, tidak beradab, tidak senonoh, tidak bertanggungjawab dan tidak menunjukkan perhatian pada keselamatan dan kebahagiaan orang lain.

Selain bersikap kritis terhadap ajaran-ajaran agama, kita juga perlu memupuk rasa toleransi antarumat beragama. Toleransi terwujud dalam sikap saling menghormati, saling memiliki dan saling mengerti satu sama lain. Dengan sikap toleransi, kita dapat menghentikan konflik kekerasan antar umatberagama dan mewujudkan perdamaian serta solidaritas antarumat beragama.


 

Daftar Pustaka

Frans Magnis-Suseno SJ, “God Talk” dalam buku Merayakan Kebebasan Beragama, Elza Peldi Taher ed., ICRP:Jakarta, 2009.

Gus Dur, “Islam dan Hubungan Antarumat Beragama” di Indonesia dalam Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, Frans M. Parera dan T.Jakob Koekerits ed., Kompas:Jakarta, 2010.

Nurcholish Madjid, “Berlagak Suci” dalam buku Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Elza Peldi Taher ed., Paramadina:Jakarta, 2004.

 

[1]Gus Dur, “Islam dan Hubungan Antarumat Beragama di Indonesia dalam Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, Frans M. Parera dan T.Jakob Koekerits ed., Kompas:Jakarta, 2010, 16.

[2]Gus Dur, “Islam dan Hubungan Antarumat Beragama di Indonesia dalam Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, Frans M. Parera dan T.Jakob Koekerits ed., Kompas:Jakarta, 2010, 16.

[3]Nurcholish Madjid, “Berlagak Suci” dalam buku Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Elza Peldi Taher ed., Paramadina:Jakarta, 2004, 128.

[4]Nurcholish Madjid, “Berlagak Suci” dalam buku Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Elza Peldi Taher ed., 128.

[5]Lih. Frans Magnis-Suseno SJ, “God Talk” dalam buku Merayakan Kebebasan Beragama, Elza Peldi Taher ed., ICRP:Jakarta, 2009, 66.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.