Ada Apa di Balik Manusia?

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Ada Apa di Balik Manusia?

Ada Apa di Balik Manusia?

Ulasan Tentang Manusia dan Kemampuannya Menurut Viktor Frankl

Pengantar

Sejak berkembangnya filsafat, subyek tentang manusia memang menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji. Pemikiran terhadap manusia muncul sejak zaman Yunani Kuno saat Sokrates memusatkan perhatian bukan pada alam-semesta di langit melainkan pada sang manusia itu sendiri. Manusia kembali menjadi pusat perhatian pada zaman Renaissance dan terus berkembang hingga kini dengan melahirkan berbagai cabang ilmu tentang manusia seperti Antropologi, Sosiologi, hingga Psikologi.

Seperti halnya para filsuf humanis yang mendefinisikan tentang manusia, Viktor Frankl, seorang profesor dalam bidang Neurologi dan Psikiatri juga mendefinisikan manusia berdasarkan pengalaman pribadinya di kamp konsentrasi Nazi. Viktor Frankl adalah pendiri mazhab ketiga Psikoterapi dari Wina yang disebut aliran Logoterapi. Melalui tulisan ini, saya hendak menguraikan pandangan Viktor Frankl mengenai manusia dengan mendasarkan pada dua pertanyaan pokok yaitu, “siapakah manusia?” dan “kemampuan khas apa yang dimiliki oleh manusia?” menurut beliau.

Manusia dan makna hidupnya

“…man a being whose main concern consists in fulfilling a meaning…”[1]

            Seperti Sokrates, Viktor Frankl mendefinisikan manusia sebagai individu yang sanggup menentukan kaidah tindakan atau jalannya sendiri. Menurut Frankl, pada dasarnya setiap manusia dapat menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya baik secara mental dan spiritual bagaimanapun kondisinya saat itu.[2] Oleh karena manusia memiliki akal budi, ia pun sadar akan eksistensinya sehingga dapat menentukan sendiri hendak menjadi manusia seperti apa kelak.

Menurut Frankl, manusia secara fisik memanglah makhluk yang terbatas seperti halnya makhluk hidup lainnya. Namun, Frankl menggarisbawahi bahwa kendati kebebasan manusia tidak terbebas dari kondisi di sekitarnya, manusia tetap memiliki kebebasan untuk menyikapi berbagai kondisi yang ia alami. Maka, dapat dikatakan bahwa manusia adalah individu yang bebas.

Kebebasan yang dimaksudkan oleh Frankl disini adalah kebebasan batin, kebebasan yang tidak bisa diambil dari mereka kendati secara fisik hidup di dalam penderitaan dan bayang-bayang kematian. Kebebasan spiritual inilah yang membuat hidup manusia memiliki makna dan tujuan, berbeda dengan makhluk hidup lainnya.[3] Selain itu, manusia juga dapat mengembangkan sisa-sisa kebebasan spiritual dan kebebasan berpikir mereka, sekalipun mereka berada dalam kondisi mental dan fisik yang tertekan (pengalaman Viktor Frankl di kamp konsentrasi).[4]

Melalui logoterapinya, Viktor Frankl memandang manusia sebagai makhluk yang tujuan utamanya adalah menemukan makna hidupnya sendiri. Frankl memandang bahwa hidup manusia, dalam keadaan apapun, tidak pernah kehilangan maknanya, bahkan penderitaan, kemelaratan, dan kematian sekalipun merupakan bagian dari makna hidup.[5] Proses pencarian makna hidup tersebut terjadi tatkala manusia menyikapi berbagai kondisi yang ia alami. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Manusia memiliki kesadaran akan apa yang ia alami sekaligus memiliki intuisi untuk mencari makna kehidupan dari pengalaman hidupnya.

Menurut Frankl, makna kehidupan tersebut dapat dicapai oleh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui pekerjaan atau perbuatan, melalui seseorang, dan melalui cara mereka dalam menyikapi penderitaan yang tidak bisa dihindari.[6] Meskipun demikian, Frankl mengatakan bahwa makna hidup manusia dapat berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, yang terpenting bukanlah makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada kondisi tertentu.[7] Manusia sejatinya dapat mencari makna hidupnya dalam berbagai kondisi, baik saat ia menderita maupun saat ia sedang bergembira.

Manusia dan kekhasannya

“Yes, a man can get used to anything, but do not ask us how.”[8]

Oleh karena manusia memiliki kehendak bebas untuk menentukan jalannya sendiri, manusia dianugerahi kemampuan khas yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya. Kemampuan khas tersebut antara lain bertanggung jawab, bertanya, menghasilkan seni, dapat beradaptasi, dan mencintai. Melalui logoterapinya, Frankl memandang sikap bertanggung jawab terhadap hidup sebagai esensi dasar kehidupan manusia.[9] Sikap bertanggung jawab ini berkaitan dengan kemampuan manusia untuk menentukan tindakannya sendiri terhadap hidupnya. Bahkan manusia juga bertanggung jawab terhadap perbuatan yang sudah dilakukannya, misalnya manusia akan dipenjara jika terbukti melakukan tindakan kriminal.

Selain bertanggung jawab, manusia memiliki keingintahuan yang tinggi sehingga bisa terus bertanya mengenai hidupnya. Frankl pernah mengatakan, “I was struggling to find the reason for my sufferings, my slow dying.”[10] Manusia juga secara khas mampu menghasilkan suatu seni entah itu nyanyian, puisi, atau pun humor, yang mengungkapkan diri manusia dalam kondisi tertentu (pengalaman Frankl di kamp konsentrasi).[11] Selain itu, dibandingkan dengan hewan, manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dalam berbagai kondisi. Frankl bahkan tetap hidup kendati bekerja berat dalam cuaca yang sangat dingin tanpa baju hangat.

Kemampuan khas lain yang dimiliki manusia menurut Frankl adalah mencintai. Menurutnya, cintalah yang menjadi motivasi untuk tetap hidup. Frankl memahami bahwa manusia masih bisa merasakan arti kebahagiaan karena memikirkan orang yang dicintai meskipun tidak lagi memiliki apa pun di dunia ini (dalam konteks ini ialah para tahanan di kamp konsentrasi).[12] Kemampuan mencintai yang dimiliki oleh manusia memampukannya untuk menemukan makna yang lebih dalam di dalam jiwanya. Frankl memahami dengan sangat baik bahwa cinta tidak dibatasi oleh fisik dari orang yang dicintai.[13] Mencintai berarti menyadari esensi manusia lain karena dengan cinta, manusia dapat melihat karakter, kelebihan, dan kekurangan orang yang dicintainya.

Kesimpulan

Sebagaimana telah diuraikan di atas, saya menyimpulkan bahwa melalui pengalaman hidupnya sendiri, Viktor Frankl mendefinisikan manusia sebagai individu yang sanggup menentukan jalannya sendiri dan memiliki tujuan utama yaitu menemukan makna hidupnya sendiri. Manusia memiliki kemampuan khas yang membedakan dirinya dengan makhluk hidup lainnya yaitu sikap bertanggung jawab, bertanya, menghasilkan seni, dapat beradaptasi dan mencintai.

 

Author: willibrordus Aditya Yudhistira

 

[1] Viktor Frankl. Man’s Search for Meaning (Washington: Washington Square Press, 1985), 125.

[2] Frankl, Man’s, 87.

[3] Frankl, Man’s, 87.

[4] Frankl, Man’s, 86.

[5] Frankl, Man’s, 104.

[6] Frankl, Man’s, 133.

[7] Frankl, Man’s, 131.

[8] Frankl, Man’s, 36.

[9]   Frankl, Man’s, 131.

[10] Frankl, Man’s, 60.

[11] Frankl, Man’s, 61.

[12] Frankl, Man’s, 57.

[13] Frankl, Man’s, 58.

Leave a Reply

Your email address will not be published.