Renungan Minggu Biasa VII

Menjadikan Dunia Satu Keluaga

Renungan Minggu Biasa VII

“Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”

Bacaan: Imamat 19:1-2, 17-18; 1 Kor 3:16-23; Mat. 5:38-48

Dalam bacaan pertama, kita mendengarkan ajakan yang sungguh-sungguh menyentuh hati kita sebagai makhluk yang secitra dengan Allah, yakni ajakan untuk menjadi kudus seperti Allah kudus adanya. Sebenarnya, kata ajakan terlalu lembut untuk menggedor pintu hati kita yang sudah terlalu menjauh dari kodrat kita sebagai makhluk yang berakal budi. Kata tuntutan-lah yang tepat untuk menyapa kita agar kita bangun dari ketidaksadaran kita akan kasih yang besar dari Allah. Pastor Daniel, seorang misionaris Xaverian, selalu berkata bahwa kasih Allah itu gratis tetapi berlaku tidak otomatis. Sangatlah benar bahwa Allah selalu mencurahkan kasih-Nya kepada kita. Persoalannya adalah apakah kita mau dan rela membuka hati pada kasih itu. Kita terus dituntut untuk selalu menyerupai Kristus, Sang Misionaris Bapa.

Bacaan Injil yang menjadi penggenapan dari bacaan pertama, menawarkan beberapa hal pokok yang dapat dijadikan pedoman bagi para pengikut Kristus.

Yang pertama, tawaran untuk mengedepankan kasih dalam segala hal. Kasih yang bertumbuh subur dalam diri, pasti membuat seseorang mampu menemukan Allah dalam segala hal, termasuk dalam diri sesama, bahkan tidak ada lagi kata musuh dalam buku kehidupannya. Adanya musuh dalam hidup sehari-hari mengandaikan bahwa kasih itu sedang tidak bertumbuh.

Kedua, dalam kasih ada pengorbanan. Hal yang mustahil jika ada orang yang berjuang atau rela berkorban bagi sesamanya jika tidak ada cinta kasih dalam dirinya. Lain hal jika pengorbanan itu dilakukan dengan alasan bahwa pengorbanan itu adalah demi anggota keluarga atau bahkan orang yang sama sekali tidak dikenal tetapi menuntut pamrih dari tindakan positifnya itu. Yesus mengajak kita untuk tidak hanya terbatas pada teori mengenai kasih itu, tetapi mampu untuk mewujudkan kasih itu dalam kebersamaan kita sebagai orang yang dikasihi Allah tanpa batas.

Ketiga, melawan godaan untuk bertingkah sebagai hakim bagi sesama. Kita sebagai manusia yang lemah seringkali bertingkah sebagai hakim bagi sesama tanpa menyadari bahwa kita semua memiliki kekurangan. Kita lupa bahwa diri kita bukanlah pribadi yang hidup untuk diri kita sendiri, melainkan menjadi bagian dari sesama kita. Dalam ayat 45, diterangkan bahwa Yesus sendirilah yang menjadi teladan bagi kita untuk bertindak baik bagi sesama tanpa adanya sikap membeda-bedakan. Kita mesti selalu menyadari bahwa diri kita adalah Bait Allah seperti yang ditekankan dalam bacaan kedua.

Ketiga hal di atas bukanlah ajakan yang asing bagi kita, tetapi justru karena bukan lagi hal yang asing kita dengar itulah kita cenderung menyepelekan ajakan-ajakan tersebut.

Ada sebuah cerita,

            Seorang pemuda yang kehidupan keluarganya sangat kacau, merindukan adanya kedamaian. Setelah menyelesaikan kuliah dengan nilai yang bagus dan juga adanya berbagai tawaran pekerjaan dari berbagai perusahaan berkualitas mengingat prestasi yang dimilikinya, ia justru merasa bingung. Ia berpikir bahwa untuk apa ia bekerja mengumpulkan harta duniawi sedangkan hatinya terluka dengan kehidupan keluarga yang memprihatinkan. Hingga suatu saat, ia memutuskan untuk melakukan tindakan bunuh diri. Singkat cerita, setelah beberapa hari tak berada di rumah, orang tua dan saudaranya merasa khawatir dan berusaha mencari informasi. Ketika mencoba masuk ke dalam kamarnya, ditemukan surat yang bunyinya seperti ini, “aku ditawarkan pekerjaan bagus dengan jaminan masa depan yang cerah, tetapi bagaimana mungkin masa depan itu akan benar-benar cerah jika situasi saat ini saja tidak menjamin kebahagiaan masa depan itu. Aku berharap damai itu hidup tetapi bagaimana bisa terjadi jika tersenyum saja sangat sulit terwujud dalam keluarga ini. Inilah yang membuat saya melakukan hal ini (bunuh diri).    

Keputusan pemuda di atas terlihat konyol, tetapi itulah dampak dari situasi kejauhan kita dari kasih Allah. Berbuat kasih dimulai dari dalam keluarga dan juga dimulai dari hal-hal kecil yang seringkali disepelekan.

Selamat berakhir pekan dan selamat menikmati cinta Tuhan yang luar biasa.

Fr. Arnoldus H. Kurniawan, SX.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.