RENUNGAN HARI RAYA SANTA MARIA DIANGKAT KE SURGA
Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga
“Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk 1: 43).
Sebelum saya mendalami bacaan tentang kisah perjalanan Bunda Maria menuju kota Yehuda untuk bertemu dengan saudaranya, saya mengutip sebuah kalimat inspirasi dari seorang santo : Biarlah Tuhan memeliharamu, Dia tahu apa yang harus diperbuatNya dan pasti lebih baik dari yag kamu sendiri bisa perbuat (St. Yosep dari Copertino). Ungkapan ini menggambarkan bagaimana kebaikan hati Allah terhdap umatNya yang memberikan segala yang dimilikiNya kepada kita bahkan memelihara kita dalam nama-Nya yang Kudus, dalam hal ini berkaitan dengan peristiwa kehidupan ibu dari Yohanes Pemandi yang menganugerahkan rahimnya untuk mengandung Yohanes pemandi, sang perintis jalan bagi Anak Domba Allah.
Para saudara/i yang terkasih dalam Kristus Tuhan, dalam bacaan yang ditawarkan kepada kita Minggu ini, khususnya pada hari Raya St. Maria diangkat ke Surga mengajak kita untuk merenungkan kembali peritiwa kehidupannya dari pertama ia menerima kabar dari malaikat Tuhan sampai pada ia menyaksikan kehidupan Puteranya yang tergantung di kayu salib demi menebus dosa kita. Dan kini, Maria Bunda Tuhan, Ratu dan ibu alam semesta telah diangkat dan memasuki kemuliaan surgawi beserta jiwa dan raganya. Ia telah memberikan cara hidup untuk menghidupi dan menjalankan Sabda dari Tuhan dalam keseharian hidup kita serta memahami rencana dan kehendak Allah. Dasar kehidupan Bunda Maria adalah imanya yang kokoh dan kerendahan hatinya yang nampak ketika menanggapi tawaran untuk mengandung Sang Emanuel, “sebab aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1: 38). Kesiapsediaanya dalam menjalankan kehendak Allah menjadi teladan cinta kasih keibuan untuk memelihara dan mendidik semua orang beriman. Itulah keutamaan-keutamaan yang menjadi pegangan hidup kita dalam menghadirkan kasih dan kehendak Allah.
Dalam bacaan Injil yang dikisahkan perjalanan Bunda Maria menuju tempat saudarinya, Elisabet yang didesak oleh Roh Kudus dan mengakibatkan sukacita yang melimpah diantara mereka. Namun yang terpenting adalah kehadiran Kristus di tengah mereka. Pun Elisabet mengatakan ”ketika salammu sampai ke telingaku, anak yang di dalam kandunganku melonjak kegirangan” (Luk 1:44). Tergeraknya anak yang ada di dalam rahim Elisabet, menurut saya disebabkan karena ia mengalami, berjumpa, dan merasakan kehadiran Kristus yang menyapanya melalui sapaan Bunda Maria terhadap Elisabet. Dari sini menjadi suatu ajakan penting bagi kita untuk merenungkan perjumpaan personal akan sosok Kristus, membiarkan diri kita diisi olehNya, mengalami kehadirannya entah itu melalui sabda, dalam keheningan batin kita, atau pun dalam relasi dengan sesama. DI situlah kita dengan jeli merasakan kehadiran Kristus yang menyapa kita. Kadang kala, ada saatnya kita merasakan kehampaan batin, atau suasana batin yang mencekam bagai diterkam maut. Mampukah kita mengalami dan merasakan kehadiran Kristus dalam suasana demikian? Saya yakin bahwa bila kita berjumpa dengan suasana demikian di situ Allah menyapa kita, memberi peneguhan, dan menyadarkan kita akan kekayaan RahmatNya. Namun, satu hal yang pasti yaitu kita membuka dan membiarkan diri diperkaya oleh vitamin cinta Kristus.
Kisah perjumpaan yang diliputi dengan rasa sukacita dan dipenuhi dengan Roh Kudus dari tokoh dalam bacaan Injil hari ini, mengingatkan saya akan sebuah pengalaman ketika di novisiat yang menginspirasi dan memberi energy sukacita terhadap batin saya. Pengalaman tersebut bukan hasil dari perjumpaan dengan orang lain melainkan dengan Sabda yang sangat menyentuh dan menyapa kehidupan saya untuk merasakan kebaikan dan Cinta Allah dari Yesaya 66: 12-14 yang mengungkapkan demikian: ” bagaikan bayi kamu akan digendong, dibelai-belai dan dipangku, seperti seorang yang menghibur anaknya, demikian Aku menghibur kamu. Apabila kamu melihatnya hatimu akan girang dan kamu akan seperti rumput muda yang tumbuh dengan lebat”
Saya sangat sadar bahwa kutipan Yesaya itu sering datang dan bertamu ditelinga saya. Entah mengapa pada hari itu, ketika dalam keheningan batin saya merasa tersentuh, tersapa, mengalami, serta menimba cinta yang luar biasa yang menyadarkan jiwa saya akan kebaikan Allah. Allah menyapa saya melalui peristiwa sederhana itu akan cintaNya yang tanpa batas. Saya merasakan bahwa sesuatu yang masuk di dalam hati dan batin saya adalah rasa damai dan hangat yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Dari kisah perjumpaan St. Maria dan Elisabet serta pengalaman sederhana yang saya alami mengajak saya untuk terus menerus bertumbuh dalam pengharapan, membuka mata dan telinga batin terhadap Rahmat Allah, secara khusus dalam perjalanan untuk membentuk hidup kita semua berdasarkan cara hidup Kristus sendiri di tengah orang lain. Marilah para saudara dalam Kristus menyadari akan relasi nyata dengan Kristus yang telah dimuliakan melalui penyerahan diri total; dan patutlah kita dalam tindakan iman menyerupai-Nya. “Di atas semuanya itu kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan” (Kol 3:14). Di akhir renungan sederhana ini saya ingin mengungkapkan kisah yang menginspirasi kita semua :
Dua pribadi dibentuk oleh pengalamannya sendiri
Dan masuk dalam satu kesatuan, masing-masing memiliki ketertarikan
Yang terbaik dan terpesona dari yang lain dan akan bertumbuh lagi berkembang
Bila mencari hal baru yang menggembirakan dan menakjubkan di dalam ke dalaman hati itulah LOVE♥
FR. Servasius Haryono Azist SX