Renungan Minggu Prapaskah II
Kemuliaan Tuhan di atas Gunung (Golgota)
Kej. 15:5-12,17-18; Mzm. 27:1,7-8,9abc,13-14; Flp. 3:17-4:1; Luk. 9:28b-36
“…terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”
Merenungkan kisah Yesus yang dimuliakan di atas Gunung, saya teringat akan kisah Yesus yang memperlihatkan kemuliaannya di atas Salib. Bedanya, di atas Gunung ini rupa Yesus berubah dan pakaianNya putih berkilau-kilauan, sedangkan di atas salib rupa dan pakaianNya merah penuh darah. Kalau di atas Gunung tampak Ia berbicara dengan Musa dan Elia, di atas salib Ia juga tampak berbicara tetapi dengan dua orang penyamun (Luk.23:39-43). Apabila di Gunung itu Petrus tampak takjub hingga ingin tinggal dengan hendak mendirikan tiga tenda, belum lagi melihat Yesus di salib Petrus sudah menyangkal Yesus tiga kali.
Kita mungkin pernah mendengar bahwa kisah Yesus berbicara dengan Musa dan Elia ingin menggambarkan sosok Yesus sebagai penggenap kitab Taurat(yang diwakilkan oleh Musa) dan kitab Nabi-nabi(yang diwakilkan oleh Elia). Hukum, perintah dan ajaran yang Yesus wartakan seakan telah merangkum kitab-kitab tersebut. Perintah yang Yesus bawakan nyatanya membawa setiap orang kepada kehidupan kekal. Seperti yang juga tertulis di dalam kitab Taurat, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Luk.10:25-28). Oleh karena itu, pantaslah Bapa mengajak kita untuk “…dengarkanlah Dia.”
Itulah ciri khas kita sebagai murid Yesus, yakni mendengarkan perintah kasihNya, menghayati dan menjalankannya dalam hidup sehari-hari. Ataukah kita selama ini seperti Petrus? Petrus yang sangat takjub melihat kemuliaan Yesus di Gunung, setia mendengarkan dan ikut Yesus, tetapi kemudian seringkali kita cap sebagai pengecut ketika lari dan menyangkal saat Yesus di Salib. Jangan-jangan kita juga dengan setia dan bangga selalu hadir di Gereja mendengarkan Injil, tetapi kemudian menjadi pengecut ketika dituntut untuk mengorbankan diri bagi sesama kita baik itu di rumah di antara keluarga dan juga di lingkungan sekitar kita tinggal.
“O, Felix Culpa…” kata St.Augustinus, sebuah kesalahan yang menguntungkan kita pandang Yesus yang tersalib. Ia yang di Gunung hadir bersama Musa dan Elia, di atas bukit Golgota Ia disalib bersama kedua penyamun. Kita manusia pendosa yang bagaikan penyamun turut diselamatkan oleh Yesus. Betul bahwa Ia penggenap janji Allah dari zaman Abram hingga zaman ini. Sebuah janji untuk memberikan kita hidup yang kekal penuh kebahagiaan, asalkan kita mau selalu mendengarkan Dia hingga di Salib. Marilah kita dengarkan Dia, mulai mengaktualkan kerahimanNya dalam kehidupan kita khususnya di tahun suci luarbiasa kerahiman Allah ini.
(Fr.Ivan)