Renungan Minggu Paskah III
Makan-Makan Bersama Yesus
Kis. 3:13-15,17-19; Mzm. 4:2,4,7,9;1Yoh. 2:1-5a; Luk. 24:35-48
Yesus tidak jemu-jemunya meyakinkan para murid-Nya akan Diri-Nya yang bangkit. Dalam Injil hari ini, kembali kita melihat Yesus yang menampakan diri-Nya di depan para murid-Nya. Ironisnya, para murid Yesus belum juga yakin akan Kristus yang bangkit. Keragu-raguan masih saja meliputi diri mereka. Namun Yesus dengan sabar dan setia memberikan pendampingan iman bagi mereka. Bahkan sampai Yesus menantang mereka dengan menunjukkan bekas-bekas luka yang ada pada Tubuh Yesus. Sepertinya para murid tidak mau terburu-buru mempercayai kebangkitan Kristus. Mereka membutuhkan sebuah pengalaman yang langsung dan konkret tentang Yesus yang bangkit. Sebuah pengalaman di mana mereka bisa menjamah Yesus secara langsung. Dengan itu mereka menjadi yakin bahwa kebangkitan Kristus bukanlah sebuah utopia.
Keragu-raguan para murid akan kebangkitan Kristus, di satu sisi memang menunjukkan bahwa mereka tidak percaya pada isi Kitab Suci dan akan semua perkataan Yesus selama mereka masih hidup berdampingan dengan Dia. Namun, di sisi lain keraguan para murid itu memberikan kepastian yang kuat dalam diri kita bahwa Yesus sungguh-sungguh bangkit. Dengan kata lain, iman yang kita miliki sekarang ini mendapat bobotnya dari pengalaman keragu-raguan para murid akan kebangkitan Yesus.
Satu hal yang menarik dari kisah penampakan Yesus kepada para murid, yang juga selalu terulang-ulang adalah perjamuan makan. Dalam perjalanan dua murid ke Emaus, mula-mula mereka tidak mengenali Yesus yang sedang berbicara dengan mereka. Namun pada akhirnya mereka menjadi sadar pada saat perjamuan makan. Saat itulah mata batin mereka terbuka dan mengenali Yesus. Kejadian kedua adalah ketika menampakan diri kepada para murid-Nya yang sedang berkumpul di Yerusalem. Sekali lagi, para murid mengenali Yesus pada saat makan. Diceritakan bahwa Yesus meminta dari mereka makanan dan mereka memberi Dia sepotong ikan goreng. Demikian pula ketika Yesus menampakan diri-Nya kepada para murid di pantai danau Tiberias, di mana Yesus meminta dari mereka beberapa potong ikan untuk sarapan. Tepat di saat itulah mereka mengenali Yesus. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, kita melihat betapa mendalamnya kesan perjamuan malam terakhir yang dibuat oleh Yesus bersama para murid-Nya. Pengalaman itu sedemikian tertanam dalam hati sehingga pengalaman itu menjadi penanda akan kehadiran Kristus.
Dari kenyataan itu, baik kalau kita sejenak melihat lebih mendalam aspek-aspek yang terkandung dalam sebuah perjamuan. Yang pertama, perjamuan mengandung aspek pesta. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat dengan mudah melihat hal ini di mana suatu pesta selalu mengandung perjamuan makan. Tak jarang juga kita merayakan hari jadi kita dengan acara makan-makan. Aspek yang kedua dari sebuah perjamuan adalah pengenangan. Dalam kehidiupan sehari-hari tak jarang kita membuat reunian bersama teman-teman lama dengan acara makan-makan. Di dalam perjamuan itu kita mulai mengingat pengalaman-pengalaman indah atau pun yang menyedihkan di masa silam. Dengan kata lain, pengalaman masa lalu itu kita hadirkan kembali dalam perjamuan makan. Realitas itu lantas membuat kita sedikit paham bagaimana Yesus dikenali oleh para murid-Nya lewat sebuah perjamuan makan-makan.
Dari sini kita menjadi lebih sadar akan peran Ekaristi dalam kehidupan harian kita. Kita semua tahu bahwa melalui Ekaristilah Yesus sungguh hadir di dalam diri kita. Ekaristi menjadi satu-satunya sarana yang dipakai oleh Yesus untuk menunjukkan kehadirannya secara riil. Maka tidaklah mengherankan kalau Ekaristi dipandang sebagai sumber dan puncak iman kristiani. Namun saya mengakjak kita semua untuk tidak hanya membatasi diri pada Ekaristi. Kita juga bisa merasakan kehadiran Kristus dalam perjamuan sederhana yang kita buat sehari-hari; entah di dalam keluarga maupun dalam komunitas kita. Semoga kekuatan kebangkitan Kristus semakin memampukan iman kita untuk mengenali dan merasakan kehadiran Kristus di dalam hidup kita. Selamat paskah!
(Fr. Onci Natan)