Berdialog Tentang Terorisme
CPR 42, Wisma Xaverian – Kita mengenal dan mengetahui tentang Indonesia sebagai negara yang memiliki keragaman yang amat besar. Indonesia merupakan tempat bagi berbagai suku, bahasa, agama dan adat. Sekaligus, Indonesia menyediakan ruang bagi setiap anggotanya dalam mengeskpresikan dirinya. Akan tetapi, sangat disayangkan jika salah satu atau beberapa kelompok mengeskpresikan dirinya secara berlebihan sehingga mengganggu kelompok-kelompok lainnya, bahkan menganggap bahwa tindakan membunuh sebagai tindakan yang dapat dibenarkan. Kelompok-kelompok seperti inilah yang musti kita sebut sebagai teroris.
Terorisme-terorisme di Indonesia atau di luar negeri sudah marak sejak dasawarsa tahun yang lalu. Keadaan seperti ini membuat kami berusaha untuk menggali lebih jauh tentang akar penyebab terorisme yang ada. Oleh karena itu, pada dialog bulan Maret (28) ini, Skolastikat Xaverian mengangkat tema dialog “Terorisme di Indonesia”. Nara sumber yang mendapingi acara tersebut adalah bapat Solahuddin, seorang Gusdurian yang berasal dari Depok.
Dalam pemaparannya, beliau menyatakan bahwa terorisme di Indonesia mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Pertama tentang peristiwa bom Bali (2002), Bom Bali memerlukan dana yang besar dalam membuat bom, selain itu, memerlukan seseorang yang telah diindoktrinasi agar bersedia melakukan bom bunuh diri. Selanjutnya, tindakan-tindakan terorisme dilakukan dengan cara melakukan assassination yang murah meriah. Sekarang ini, hal yang lebih luhur adalah melakukan jihad Ke Afganistan atau pun membantu ISIS. Dengan berjihad ke tempat yang lebih suci, mereka menilai bahwa pahala yang diterima akan lebih besar.
Beliau pun juga menambahkan bahwa ciri-ciri pelaku terorisme ini adalah orang yang menganut paham Salafi Jihadism. Pelaku-pelaku ini tidak bisa diidentifikasi dari segi penampilan, namun bisa dipahami dalam segi ajarannya yang pada dasarnya beranggapan bahwa jihad adalah qital yang berarti perang. Mereka memungkiri pesan para nabi bahwa jihad akbar adalah jihad melawan nafsu.
Sekarang ini, perilaku teror pun tidak hanya dilakukan oleh kaum ekstrimis. Mereka yang bergerak dalam kejahatan begal, perampokan, pencurian serta melawan kedaulatan negara juga termasuk dalam perilaku terorisme. Oleh karena itu, segala bentuk kejahatan hendaknya dapat dicegah dan setiap warga negara mendapatkan keamanan dan kenyamanan di negara yang plural ini.
Tuhan memberkati.
(Fr.Purba Nagara)